BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Penghasilan tidak kena
pajak atau PTKP adalah batas minimum yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk
dapat hidup layak sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. PTKP
adalah pengurang penghasilan bruto untuk menghitung PPh terutang wajib pajak
orang pribadi dalam negeri. PTKP merupakan salah
satu fasilitas dalam pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan, PTKP dapat diberikan
dalam jumlah tetap ataupun variatif. Di Indonesia, PTKP bersifat variatif
disesuaikan dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan. Wajib pajak yang
telah menikah dan belum menikah ataupun yang telah memiliki anak memiliki
jumlah yang berbeda secara proporsional. Pemerintah
dalam menetapkan PTKP umumnya memperhatikan upah minimum provinsi di Indonesia
secara keseluruhan. Provinsi Jakarta adalah provinsi yang sering kali menjadi
tolok ukur dalam penetapan ini. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan di
bidang ekonomi dan moneter serta harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat
maka ketentuan yang mengatur besaran PTKP seringkali diubah atau disesuaikan,
yaitu sebagai berikut :
Tabel Ringkasan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
|
UU
No. 7 TAHUN 1983
|
UU
No.10
TAHUN
1994
|
UU
No.17
TAHUN
2000
|
||
Untuk diri Wajib
Pajak (WP)
|
960.000
|
1.728.000
|
2.880.000
|
12.000.000
|
13.200.000
|
Tambahan untuk WP
kawin
|
480.000
|
864.000
|
1.440.000
|
1.200.000
|
1.200.000
|
Tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
960.000
|
1.728.000
|
2.880.000
|
12.000.000
|
13.200.000
|
Tambahan untuk
keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus paling banyak 3
orang
|
480.000
|
864.000
|
1.440.000
|
1.200.000
|
1.200.000
|
|
Berlaku
sejak 1 Januari 1984
|
Berlaku
sejak 1 Januari 1995
|
Berlaku
sejak 1 Januari 2001
|
Berlaku
sejak 1 Januari 2005
|
Berlaku
sejak 1 Januari 2006
|
Dan
terakhir pada tanggal 23 September 2008, DPR telah mengesahkan RUU PPh yang
baru menjadi Undang-Undang PPh yaitu Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008, dan
sudah diberlakukan sejak 1 Januari 2009. Berdasarkan perubahan tersebut, maka
besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per tahun telah ditetapkan seperti
pada tabel berikut:
Keterangan
|
Nilai PTKP
|
Wajib Pajak
Orang Pribadi yang bersangkutan
|
Rp 15.840.000,-
|
Tambahan
untuk Wajib Pajak yang telah menikah
|
Rp 1.320.000,-
|
Tambahan
untuk istri yang penghasilan digabung dengan penghasilan suami.
|
Rp 15.840.000,-
|
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
|
Rp 1.320.000,-
|
Dalam rangka
memperingati hari buruh Internasional sebagai salah satu kado buruh, Pemerintah berencana menaikkan batas
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang selanjutnya disebut PTKP dari Rp 15.840.000
setahun atau Rp 1.320.000 sebulan menjadi Rp 24.000.000 setahun atau Rp
2.000.000 sebulan. Rencana ini merupakan strategi pemerintah dalam melindungi
masyarakat yang berpenghasilan rendah
dan kesepakatan diambil dengan pertimbangan, beban ekonomi masyarakat
perlu dikurangi melalui keringanan PPh. Namun masih ada pihak yang menilai
kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan
buruh dan karyawan karena selama ini upah buruh pun jauh di bawah PTKP. Sementara menurut pengamat perpajakan kenaikan batas PTKP
menjadi Rp 24.000.000 setahun akan memberi dampak positif yakni terdongkraknya
daya beli masyarakat. Pasalnya, uang yang seharusnya digunakan untuk membayar
pajak bisa dibelanjakan bagi keperluan lain. Daya beli ( Purchasing Power ) masyarakat
akan naik sekitar 30% sehingga masyarakat terhibur dari (ketidakpastian)
kenaikan harga BBM dan inflasi. Masyarakat akan lebih leluasa berbelanja
sehingga sektor ekonomi dari konsumsi naik. Pengamat
ekonomi yang juga Dekan FEUI, Bambang Brodjonegoro, juga menghimbau agar
penetapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) harus memperhatikan daya beli
masyarakat, agar tidak mengurangi konsumsi rumah tangga yang pada akhirnya
memangkas pertumbuhan ekonomi. Menurutnya,
usulan PTKP pemerintah sebesar Rp15.840.000 per tahun atau 1.320.000 per bulan
dianggap terlalu rendah, karena harga barang-barang kebutuhan di kota-kota
besar terus meningkat. Maka dari itu Pemerintah akan lakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah reses, terkait
dengan rencana dinaikannya batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp
24.000.000 per tahun, sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK). Sesuai dengan Pasal 7 ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan menyebutkan penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah dikonsultasikan dengan DPR. Menurut Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa yakin bahwa DPR tentu saja akan
menyetujui kenaikan batas PTKP ini dengan mempertimbangkan kesejahteraan dari
para masyarakat berpenghasilan kecil. Meski demikian, pemerintah memang harus
menanggung resiko karena akan memiliki implikasi negatif terhadap pendapatan
negara khususnya penerimaan pajak sebagai dampak apabila rencana atas kebijakan
Penetapan PTKP baru telah terealisasi dan telah disetujui oleh DPR yang mengacu
pada adanya tuntutan perubahan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi khususnya beban harga
kebutuhan pokok yang sudah mengalami peningkatan. Berdasarkan latar belakang
masalah diatas maka makalah ini mengambil judul “Dampak Adanya Kebijakan
Penetapan PTKP Baru Untuk Meningkatkan
Target Penerimaan Pajak “.
2.
Rumusan masalah
Dari latar belakang atas rencana pemerintah
menaikkan batas PTKP yang menuai berbagai argumen, maka rumusan masalah yang
dapat diangkat disini adalah :
a)
Apakah dampak dari kenaikan
PTKP bila rencana tersebut direalisasikan?
b) Apakah PTKP itu perlu
dinaikan?
c) Apa
tindakan antisipasi yang dilakukan pemerintah
atas dampak yang mempengaruhi besarnya penerimaan negara yaitu
pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri jika
PTKP naik?
3. Tujuan Penulisan
Mengetahui apakah rencana
pemerintah menaikkan PTKP merupakan kebijakan yang tepat atau tidak, dan mengetahui dampak dari kenaikan PTKP bila rencana
tersebut terealisasi serta mencari berbagai alternatif kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atas dampak yang
terjadi yaitu yang mempengaruhi besarnya penerimaan negara atas pajak
penghasilan orang pribadi dalam negeri bila benar – benar terealisasi.
4.
Manfaat Penulisan
Menambah wawasan dan memberikan informasi kepada pembaca
mengenai dampak adanya kebijakan penetapan PTKP baru terhadap peningkatan
penerimaan pajak.
5.
Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini,
penulis menggunakan metode kepustakaan dengan mengambil referensi dari internet ,
berbagai surat kabar, pendapat masyarakat umum dan argumen para pakar di bidang
perpajakan dan kebijakan publik sehingga makalah ini layak dikatakan
berkualitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Definisi pajak
Salah
satu penerimaan negara yaitu bersumber dari pajak, dimana pajak itu menurut
pasal 1 ayat 1 UU KUP no. 28 tahun 2007 berbunyi “ Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat ”. Kontribusi pajak terhadap APBN lebih dari 70%, salah satunya atas
pengenaan pajak penghasilan bagi orang pribadi dan badan.
2.
Pajak Penghasilan
Berdasarkan UU
No 36 Tahun 2008 pasal 1, “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak”.
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
Wajib Pajak Orang Pribadi merupakan sumber potensi perpajakan yang penting
dalam suatu sistem perpajakan, karena Wajib Pajak Orang Pribadi adalah pelaku
utama dalam sistem perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, cara Direktorat
Jenderal Pajak (Fiskus) mengelola potensi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
usahanya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan
seharusnya menjadi perhatian utama dalam membuat suatu kebijakan perpajakan.
3.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
PTKP
merupakan bagian dari penghasilan yang tidak dikenakan pajak sebagai sarana
agar Wajib Pajak Orang Pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan perpajakan, dalam
penghitungan penghasilan kena pajak Wajib Pajak Orang Pribadi, ada bagian dari
penghasilan kena pajak tersebut yang tidak boleh dikenakan pajak, atau biasa
disebut sebagai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dari hasil penelitian dan
pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pemberian PTKP yang ditentukan oleh
pemerintah saat ini, belum dapat memenuhi tujuan pemberiannya. Besarnya PTKP
yang diberikan saat ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum
Wajib Pajak Orang Pribadi. Meskipun cara penghitungan besarnya PTKP sudah
memasukkan faktor harga-harga kebutuhan pokok dan faktor inflasi, namun pada
kenyataannya, jangka waktu perubahan besarnya PTKP tidak dapat mengikuti
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan tingkat inflasi karena lamanya jangka
waktu perubahan itu. Selain itu PTKP untuk anggota keluarga yang menjadi
tanggungan Wajib Pajak Orang Pribadi juga terbatas untuk anggota keluarga
sedarah dan semenda paling banyak 3 orang dan jumlahnya hanya 50% dari PTKP
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi itu sendiri. Selain itu penerapan PTKP dalam
sistem perpajakan Indonesia belum memberikan keadilan bagi Wajib Pajak. Dengan
demikian diharapkan bahwa besarnya PTKP harus sama dengan besarnya Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM). Penentuan besarnya PTKP harus dilakukan secara lebih
terpadu agar penentuan PTKP dapat Iebih transparan dan memberikan keadilan bagi
seluruh Wajib Pajak.
4.
Dampak adanya
kebijakan kenaikan PTKP
a.
Kenaikan PTKP akan meningkatkan daya beli ( Purchasing
Power ) masyarakat
Dengan
meningkatnya jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp15.840.000 per
tahun menjadi Rp24.000.000 per tahun, tidak akan membuat negara kehilangan
potensi penerimaan pajak. Pasalnya, naiknya PTKP akan menaikkan purchasing
power masyarakat. Daya
beli masyarakat akan naik sekitar 30 persen sehingga masyarakat terhibur dari
(ketidakpastian) kenaikan harga BBM dan inflasi. Masyarakat akan lebih leluasa
berbelanja sehingga sektor ekonomi dari konsumsi naik.
b.
Meningkatnya penerimaan PPN
Rencana
itu diharapkan dapat meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai
kompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh). menaikkan PTKP memang diakui
dapat menurunkan penerimaan PPh. Tapi, PPN akan meningkat dan itu akan
memperbaiki konsumsi, peningkatan PPN tidak akan sedrastis penurunan penerimaan
PPh, sehingga tidak akan bisa mengompensasi penurunan PPh. Namun, Kenaikkan
PTKP ini untuk melindungi pekerja berupah minimum yang di bawah Rp 2.000.000
per bulan.
c.
PTKP naik, penjualan properti meningkat
Rencana
pemerintah yang akan menaikkan penghasilan tak kena pajak (PTKP) menjadi
sebesar Rp24.000.000 /tahun atau Rp 2.000.000 /bulan dari Rp15.840.000 /tahun,
disambut baik oleh kalangan pelaku usaha properti. Mereka melihat kenaikan
batas PTKP itu akan meningkatkan kemampuan cicilan masyarakat berpenghasilan
rendah, sehingga pengembang yakin kebijakan ini akan meningkatkan penjualan
properti. Tentu ini juga
akan berpengaruh terhadap minat beli masyarakat terhadap produk properti,
terutama perumahan untuk kalangan menengah kebawah.
d.
Meningkatkan saving atau tabungan
Uang
yang sebelumnya untuk membayar PPh atas dampak kenaikan PTKP tersebut dapat
disimpan sebagai tabungan apabila tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Akibat
dengan adanya peningkatan tabungan dari masyarakat maka akan menjadi keuntungan
bagi perbankan untuk dapat memutarkan kembali uang tersebut sehingga dapat
lebih menggerakan roda perekonomian.
e.
Mengurangi Potensi Penerimaan Pajak atas pajak
penghasilan orang pribadi ( Potensial Loss )
Kenaikan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 15.840.000 / tahun menjadi Rp
24.000.000 / tahun diakui mengakibatkan potensi penerimaan pajak sekitar Rp 12
triliun tergerus. Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo yakin penerimaan
negara tidak akan berkurang, karena akan beralih ke penerimaan negara lainnya.
Kalau PTKP itu dinaikkan dari Rp 15.840.000 / tahun menjadi Rp 24.000.000 /
tahun, penerimaan pajak yang hilang dalam satu tahun bisa mencapai Rp 12
triliun. Kalau misalnya dilaksanakan 1 Juli, maka kita kehilangan Rp 6 triliun.
Menurut Agus, meski kehilangan Rp 6 triliun penerimaan negara dari pajak
tersebut, tapi bisa beralih ke penerimaan negara bentuk lain. Sebab, uang yang
tidak dibayarkan dalam bentuk pajak, pasti akan dialihkan melalui konsumsi atau
investasi yang akhirnya kembali kepada negara. Misalnya kita melepas penerimaan
negara Rp 6-10 triliun atau Rp 12 triliun, dampaknya ke ekonomi betul-betul
membuat domestik ekonomi berkembang. Masyarakat yang tadinya mesti membayar
pajak menjadi berkurang dan cenderung mereka mengkonsumsikannya untuk yang lain.
f.
Kenaikan PTKP Berpengaruh besar pada PPh Pasal 21
PPh
Pasal 21 adalah pajak yang dipotong oleh pihak lain atau penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam negeri. PPh
Pasal 21 yang dipotong oleh pihak lain tersebut sepanjang tidak bersifat final
dapat dikreditkan oleh WP Orang Pribadi dalam negeri terhadap PPh yang terutang
pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. PPh Pasal 21 dikenakan kepada pegawai
tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima upah.
Kenaikan PTKP sangat berpengaruh besar terhadap PPh pasal 21, pasalnya dalam
perhitungan PPh pasal 21 untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak harus
mengurangi Penghasilan Neto yang disetahunkan dengan PTKP, sebagai contoh
perhitungannya adalah sebagai berikut :
a.
Apabila
menggunakan PTKP dalam UU No. 36 Tahun 2008 sebesar Rp. 15.840.000
Dessy
Wulandari pegawai pada perusahaan PT Anugerah Abadi, Lajang dan tidak ada
tanggungan memperoleh gaji sebulan Rp. 3.000.000,00. PT Anugerah Abadi
mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30%
dari gaji. PT Anugerah Abadi menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Dessy Wulandari membayar iuran Jaminan Hari
Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. Anugerah Abadi juga
mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Anugerah Abadi membayar iuran
pensiun untuk Dessy Wulandari ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 70.000,00, sedangkan Dessy
Wulandari membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00.
Perhatikan,
perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang harus
dipotong PT Anugerah Abadi untuk satu bulannya.
Gaji sebulan
|
3.000.000
|
|
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja
|
15.000
|
|
Premi Jaminan Kematian
|
9.000
|
|
Jumlah
Penghasilan Bruto |
3.024.000
|
|
Pengurangan :
|
||
1. Biaya Jabatan
|
151.200
|
|
2. Iuran Pensiun
|
50.000
|
|
3. Iuran Jaminan
Hari Tua
|
60.000
|
|
Jumlah
Pengurangan
|
261.200
|
|
Penghasilan Neto
Sebulan
|
2.762.800
|
|
Penghasilan Neto
Setahun
|
33.153.600
|
|
PTKP
|
||
- Diri WP Sendiri
|
15.840.000
|
|
Jumlah PTKP
|
15.840.000
|
|
Penghasilan Kena
Pajak Setahun
|
17.313.600
|
|
Pembulatan
|
17.313.000
|
|
PPh Pasal 21
Setahun
|
865.650
|
|
PPh Pasal 21
Sebulan
|
72.137
|
b.
Apabila
menggunakan PTKP Baru sebesar Rp 24.000.000
Gaji sebulan
|
3.000.000
|
|
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja
|
15.000
|
|
Premi Jaminan
Kematian
|
9.000
|
|
Jumlah
Penghasilan Bruto |
3.024.000
|
|
Pengurangan :
|
|
|
1. Biaya Jabatan
|
151.200
|
|
2. Iuran Pensiun
|
50.000
|
|
3. Iuran Jaminan
Hari Tua
|
60.000
|
|
Jumlah
Pengurangan
|
261.200
|
|
Penghasilan Neto
Sebulan
|
2.762.800
|
|
Penghasilan Neto
Setahun
|
33.153.600
|
|
PTKP
|
||
- Diri WP Sendiri
|
24.000.000
|
|
Jumlah PTKP
|
24.000.000
|
|
Penghasilan Kena
Pajak Setahun
|
9.153.600
|
|
Pembulatan
|
9.153.000
|
|
PPh Pasal 21 Setahun
|
457.650
|
|
PPh Pasal 21
Sebulan
|
38.137
|
Dari
hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan PTKP berpengaruh besar
terhadap besarnya penurunan PPh Pasal 21 yang terutang sebesar 47%
Jika gaji Dessy Wulandari sebulan sebesar Rp 20.000.000,
maka penghitungan PPh Pasal 21 dengan PTKP Rp 15.840.000, adalah sebagai
berikut :
Gaji sebulan
|
20.000.000
|
|
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja
|
100.000
|
|
Premi Jaminan
Kematian
|
60.000
|
|
Jumlah
Penghasilan Bruto |
20.160.000
|
|
Pengurangan :
|
|
|
1. Biaya Jabatan
|
500.000
|
|
2. Iuran Pensiun
|
50.000
|
|
3. Iuran Jaminan
Hari Tua
|
400.000
|
|
Jumlah
Pengurangan
|
950.000
|
|
Penghasilan Neto
Sebulan
|
19.210.000
|
|
Penghasilan Neto
Setahun
|
230.520.000
|
|
PTKP
|
||
- Diri WP Sendiri
|
15.840.000
|
|
Jumlah PTKP
|
15.840.00
|
|
Penghasilan Kena
Pajak Setahun
|
214.680.000
|
|
Pembulatan
|
214.680.000
|
|
PPh Pasal 21
Setahun
5% x
50.000.000 = 2.500.000
15% x
164.680.000 = 24.702.000
|
27.202.000
|
|
PPh Pasal 21
Sebulan
|
2.266.833
|
Jika gaji Dessy Wulandari sebulan sebesar Rp 20.000.000,
maka penghitungan PPh Pasal 21 dengan PTKP Rp 24.000.000, adalah sebagai
berikut :
Gaji sebulan
|
20.000.000
|
|
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja
|
100.000
|
|
Premi Jaminan
Kematian
|
60.000
|
|
Jumlah
Penghasilan Bruto |
20.160.000
|
|
Pengurangan :
|
|
|
1. Biaya Jabatan
|
500.000
|
|
2. Iuran Pensiun
|
50.000
|
|
3. Iuran Jaminan
Hari Tua
|
400.000
|
|
Jumlah
Pengurangan
|
950.000
|
|
Penghasilan Neto
Sebulan
|
19.210.000
|
|
Penghasilan Neto
Setahun
|
230.520.000
|
|
PTKP
|
||
- Diri WP Sendiri
|
24.000.000
|
|
Jumlah PTKP
|
24.000.00
|
|
Penghasilan Kena
Pajak Setahun
|
206.520.000
|
|
Pembulatan
|
206.520.000
|
|
PPh Pasal 21
Setahun
5% x
50.000.000 = 2.500.000
15% x
156.520.000 = 23.478.000
|
25.978.000
|
|
PPh Pasal 21
Sebulan
|
2.164.833
|
Dari
hasil perhitDari Perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan PTKP
berpengaruh besar terhadap besarnya penurunan PPh Pasal 21 yang terutang
sebesar 4,5%
g.
Meningkatkan Penghasilan Kena Pajak Badan
Bagi
perusahaan yang memberikan Tunjangan PPh pasal 21 bagi karyawannya, maka biaya
yang dapat dibebankan menjadi berkurang karena PPh 21 atas penghasilan karyawan
akan berkurang. Ini menyebabkan penghasilan kena pajak perusahaan naik, dan PPh
terutang perusahaan pun akan naik.
5.
Tindakan antisipasi pemerintah atas berkurangnya
penerimaan pajak penghasilan orang pribadi jika PTKP naik.
5.1
Mengusulkan program ekstensifikasi pajak hingga perluasan
basis pajak pertambahan nilai (PPN).
Dalam
istilah perpajakan di Indonesia, Ekstensifikasi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan
pegawai, maupun Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
dan/atau memiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan. Upaya
ekstensifikasi antara lain melalui Sensus Pajak Nasional yang akan dilakukan
setiap tahun. Jika upaya ekstensifikasi berhasil menambah jumlah WP baru, maka optimalisasi
penerimaan pajak dapat ikut mendukung perbaikan infrastruktur serta pelayanan
umum kepada masyarakat. Melalui sensus pajak, Ditjen Pajak bisa menggali
potensi perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dan pencapaian target
penerimaan serta pengamanan penerimaan negara.
Sensus pajak harus efektif, jangan sampai yang terjaring
oleh sensus pajak hanya WP kecil, sedangkan WP besar tetap bisa lolos untuk
tidak membayar pajak. Dan juga harus efisien dengan memperhitungkan biaya yang
dikeluarkan seefisien mungkin untuk melaksanakan sensus pajak. Selain upaya
ekstensifikasi, Direktur Jendral Pajak juga akan mengejar penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dari sejumlah perusahaan yang selama ini menganggap
masih terlindungi oleh fasilitas insentif pajak tertentu.
5.2
Berupaya memburu potensi penerimaan pajak dari
sektor-sektor strategis, salah satunya pertambangan batubara dan mineral lain.
Dalam
hal ini masuk dalam proses Intensifikasi Pajak, Kegiatan intensifikasi pajak
dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak yang sasarannya adalah orang atau badan yang
telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tentunya. Salah satu upaya untuk
memburu potensi penerimaan pajak dari pertambangan batubara dan mineral yaitu
dengan mengoptimalisasi pendirian KPP Migas. Menurut Fuad Rahmany tidak semua
pihak bisa membahas masalah pajak dari sektor migas dan pertambangan, pasalnya
sektor itu membutuhkan keahlian khusus. Migas Industri yang unik butuh
spesialisasi maka dari itu sangat berartinya pengoptimalisasian pendirian KPP
Migas. Manfaat adanya KPP Migas adalah untuk memudahkan pelayanan pengawasan
menjadi lebih baik dan jumlah produksi
minyak dengan benar. Dengan adanya KPP
Migas, diharapkan para perusahaan migas bisa dilihat kinerja produksi, eksport,
dan perkapalan dengan angka valid.
5.3
Mengembangkan Teknologi Informasi dalam Dirjen Pajak
Seiring
dengan perkembangan teknologi, DJP dapat memanfaatkan untuk kemudahan
pengawasan dan Wajib Pajak pun mendapat kemudahan untuk menghitung, menyetor
dan melaporkan pajaknya. Misalnya e-SPT. Saat ini belum banyak WP yang
mengetahuinya, maka dibutuhkan sosialisasi. Dengan kemudahan itu secara
otomatis akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga akan meningkatkan
penerimaan pajak.
BAB III
KESIMPULAN
& SARAN
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa menaikkan
batas PTKP adalah kebijakan yang tepat untuk direalisasi karena membawa dampak
positif untuk karyawan yang berpenghasilan rendah, terlebih dapat meningkatkan
daya beli masyarakat ( purchasing power ), walaupun memang dalam penerapannya
nanti pasti akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak penghasilan orang
pribadi tetapi atas dampak tersebut penerimaan pajak dapat dilimpahkan pada
sektor pajak lain seperti PPN dan sektor – sektor yang belum tertagih pajak
seperti sektor migas dan pertambangan. Dari simulasi perhitungan PPh pasal 21 di
atas juga menunjukkan bahwa perubahan
kenaikan PTKP hanya akan memberikan
pengaruh besar terhadap penerimaan pajak dari wajib pajak
berpenghasilan rendah, sedangkan untuk wajib pajak yang berpenghasilan tinggi, perubahan kenaikan PTKP
hanya memberikan dampak yang kecil. Semakin besar penghasilan wajib pajak
maka pengaruh perubahan kenaikan PTKP akan semakin kecil.
2.
Saran
PTKP memang
harus naik untuk menyesuaikan kebutuhan hidup minimum dengan laju inflasi. Tapi
kenaikannya harus wajar, dan memang dampak atas kenaikannya akan dapat
dirasakan oleh lapisan masyarakat. Kenaikkan PTKP akan membentengi masyarakat
yang berpenghasilan rendah agar membayar pajak sesuai dengan kemampuannya.
Untuk memenuhi unsur keadilan sesuai
asas daya pikul menuntut pemerintah untuk melaksanakan tindakan antisipasi atas
dampak yang terjadi apabila kebijakan penetapan PTKP baru tersebut terealisasi
dengan benar maka harus ditingkatkan proses Ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak serta kenaikan PTKP tersebut harus diikuti dengan kenaikan UMR sehingga
baru dapat dirasakan dampak positif kenaikan PTKP tersebut pada lapisan
masyarakat menengah kebawah.
BAB IV
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, Tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya juga para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
UU No.36 tahun 2008 tentang Pajak penghasilan
Pudyatmoko, Sri Y.2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta
: Penerbit Andi.
Detik Finance. Edisi 30 April 2012.
http://finance.detik.com/read/2005/11/15/160001/478705/4/ekstensifikasi-pajak-merepotkan
Seputar Indonesia. Edisi selasa, 1 mei 2012. Hal.8
2 komentar:
Tulisan ini sangat byk membantu.. terima kasih ya :)
terimakasih telah berbagi ^_^
Posting Komentar