BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
dalam mempertahankan hidupnya melakukan berbagai macam cara, salah satunya
adalah melakukan kegiatan atau aktivitas bisnis. Melalui kegiatan itu manusia
dapat memenuhi tuntutan hidupnya yang semakin hari semakin komplek. Kehidupan
manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar. Setiap hari manusia bekerja
demi mempertahankan hidupnya. Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara
cepat telah mendorong dan membuka peluang bagi manusia untuk melakukan kegiatan
bisnis. Aktivitas bisnis itu sendiri diwarnai oleh berbagai bentuk hubungan
bisnis atau kerjasama bisnis yang melibatkan para pelaku bisnis. Hubungan
bisnis atau kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada
bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Dengan semakin berkembangnya
aktivitas bisnis sekarang ini maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku
usaha juga semakin meningkat. Oleh karena itu, sarana penyediaan dana yang
dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas. Umumnya dana yang
dibutuhkan tersebut dapat disediakan oleh lembaga perbankan melalui fasilitas
kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua
pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Selain
itu lembaga perbankan ini juga memerlukan jaminan yang kadang kala tidak bisa
dipenuhi oleh pelaku usaha yang bersangkutan, maka perlu suatu upaya lain yaitu
tanpa jaminan dan lebih mudah prosesnya. . Upaya
lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yaitu melalui
Lembaga Pembiayaan. Lembaga Pembiayaan ini diatur dalam Keputusan Presiden
Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 dan dijabarkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
Juncto Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Menurut pasal 1 ayat 2 Keputusan
Presiden Nomor 61 Tahun 1988 yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah
“Badan Usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.”
Sehingga dari pengertian tadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa paling tidak
Lembaga Pembiayaan memuat dua unsur pokok, yaitu :
1. Melakukan
kegiatan dalam bentuk penyediaan dana dan/ atau barang modal;
2. Tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat sehingga sering disebut Non - Depository Financial Institution.
Munculnya
lembaga pembiayaan ini turut memacu roda perekonomian masyarakat dan turut
membawa andil yang besar dalam pembangunan ekonomi masyarakat khususnya
masyarakat kecil. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut
tidak ditopang oleh pembangunan hukum yang memadai, sehingga Pemerintah
diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap masyarakat tentang
perekonomian, yaitu menyempurnakan
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 dengan peraturan yang baru yaitu
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Sehingga
dengan adanya Peraturan Presiden yang baru dapat memberikan kontribusi yang
baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan meningkatkan pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat akan kebutuhan dana. Dalam Peraturan Presiden
Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayan, dimana Lembaga pembiayaan
meliputi Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur. Selain itu sekarang ada yang namanya usaha pembiayaan
Syariah, dimana dalam hal ini juga memiliki
kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha yang dilakukan
berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah
Bittamlik, Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan
akad Wakalah bil Ujrah, Pembiayaan
Konsumen, yang dilakukan berdasarkan Murabahah,
Salam, atau Istishna’, Usaha Kartu Kredit yang dilakukan
sesuai dengan Prinsip Syariah, dan Kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan
sesuai dengan Prinsip Syariah. Dari latar belakang tersebut makalah kami akan
membahas tentang “LEMBAGA PEMBIAYAAN”, tetapi pada kesempatan ini kami membatasi
penjelasan mengenai Lembaga Pembiayaan
pada umumnya, dimana makalah ini dibuat sebagai tugas kami dalam mata
kuliah Lab. PPh Badan.
B.
Rumusan
Masalah
Dengan
melihat latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah mengenai Lembaga
Pembiayaan, yaitu sebagai berikut :
a. Bagaimana
uraian penjelasan mengenai Perusahaan Pembiayaan, perusahaan Modal Ventura dan
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur beserta penjelasan mengenai jenis – jenis
kegiatan usahanya?
b. Bagaimana
dengan Pengenaan Pajaknya untuk masing – masing Jenis Lembaga Pembiayaan
tersebut ?
c. Apakah
Penting Lembaga Pembiayaan oleh para Pelaku Bisnis ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
dan memberikan Informasi yang lebih detail penjelasan mengenai Perusahaan
Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
beserta Mengetahui juga penjelasan mengenai jenis – jenis kegiatan usahanya.
2. Mengetahui
dan memberikan Informasi mengenai Pengenaan Pajaknya untuk masing – masing
Jenis Lembaga Pembiayaan tersebut.
3. Mengetahui
dan memberikan Informasi mengenai pentingnya Lembaga Pembiayaan yang dirasakan
oleh para Pelaku Bisnis dan mengetahui keuntungan serta kerugian yang timbul
atas Lembaga Pembiayaan.
D.
Manfaat
1. Dengan
mengetahui penjelasan mengenai Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura
dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dalam Lembaga Pembiayaan serta
penjelasan mengenai Jenis – jenis kegiatan usahanya, para pelaku bisnis dapat dengan bijak memilih
Lembaga Pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2. Untuk semua pembaca
diharapkan agar makalah ini dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya
Lembaga Pembiayaan ini serta apa keuntungan dan kerugian yang timbul atas
Lembaga Pembiayaan selain itu juga dalam pengenaan pajaknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Lembaga Pembiayaan
Dimulai
sejak tahun 1974, berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, yaitu: Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan RI tanggal 7 Februari
1974, tentang “Perizinan Usaha Leasing”.
a. Tahun 1984 : Perusahaan Leasing berjumlah 48 perusahaan
b. Tahun
1988 : Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 menjelaskan Pengertian mengenai
Lembaga Pembiayaan.
Kaitan
“Pembiayaan” dalam lingkup yang lebih luas dikenal dengan istilah
umum”Perkreditan” dimana pada awal timbulnya kredit berasal dari bahasa Yunani
yaitu “CREDERE” yang mempunyai arti “KEPERCAYAAN”. Disebut demikian karena
pada awalnya kredit ini dilakukan berdasarkan kepercayaan dari pemilik dana
pada pihak yang memerlukan dana. Dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi
maka sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas
sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin meningkat. Dalam hal
ini dipandang perlu oleh pemerintah dalam pembangunan dan dukungan hukum yang
lebih berkualitas, beberapa Keputusan Presiden yang dicabut / diganti sampai
Peraturan Presiden yang berlaku saat ini tentang Lembaga Pembiayaan , sebagai
berikut :
a. Keputusan
Presiden Nomor 39 Tahun 1988 ( dicabut )
b. Keputusan Presiden
Nornor 61 Tahun
1988 (dicabut )
c. Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009
B.
Pengertian
Lembaga Pembiayaan
Menurut
kepres No.61 TAHUN 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha
yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Dari pengertian
tersebut di atas terdapat beberapa unsur-unsur :
1. Badan
usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2. Kegiatan
pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara membiayai pada
pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
3. Penyediaan
dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
4. Barang
modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
5. Tidak
menarik dana secara langsung.
6. Masyarakat,
Yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.
Selain
itu juga Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
C.
Peranan
lembaga pembiayaan
Lembaga
pembiayaan mempunyai peranan yang lebih penting, yaitu sebagi salah satu
lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan
perekonomian nasional disamping peran tersebut diatas, lembaga pembiayaan juga
mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan
aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga
pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah
satu faktor yang umum dialami yaitu faktor permodalan.
D.
Perbedaan
Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Perbankan
No.
|
Lembaga
Pembiayaan
|
Lembaga
Perbankan
|
1.
|
Dalam pelaksanaan kegiatannya tidak
memungut dana dari masyarakat.
|
Dana bersumber dari masyarakat.
|
2.
|
Menyediakan dana atau barang modal.
|
Hanya menyediakan modal finansial.
|
3.
|
Kadang kala tidak memerlukan jaminan.
|
Selalu disertai dengan jaminan.
|
4.
|
Biasanya
memberikan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
|
Memberikan
tingkat suku bunga yang lebih rendah.
|
5.
|
Tidak
dapat menciptakan uang giral.
|
Dapat
menciptakan uang giral.
|
6.
|
Pengaturan,
perizinan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh departemen keuangan.
|
Pengaturan,
perizinan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia (UU No. 10
Tahun 1998), selanjutnya dialihkan kepada lembaga pengawas jasa keuangan
sesuai UU No. 23 Tahun 1999.
|
E.
Kedudukan
Lembaga Pembiayaan dalam Lembaga Keuangan
Lembaga
keuangan di Indonesia merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat sub-sub
sistem yang secara garis besarnya sub sistem itu terbagi menjadi dua yakni
Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Dimana Lembaga Keuangan
Bank masuk dalam otoritas Bank Indonesia yang selanjutnya dapat di
klasifikasikan sebagai Bank Umum, Bank Syariah, dan BPR, sedangkan Lembaga
Keuangan Bukan Bank menjadi otoritas Departemen Keuangan, bidang-bidang
usahanya adalah pengadaian, pasar modal, dana pensiun, asuransi dan lembaga
pembiayaan.
F.
Perusahaan
Pembiayaan
Menurut
Perpres No. 84/PMK.012/2006, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Kegiatan usaha
Perusahaan Pembiayaan meliputi :
a.
Sewa
Guna Usaha (Leasing)
Istilah lain dari Sewa Guna
Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing itu
berasal dari kata lease (inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ), leasing adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala. Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk
tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan
(plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara
langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan
distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Unsur-unsur berdasarkan pengertian
Leasing di atas, terdiri dari beberapa elemen di bawah ini, yaitu :
1.
Pembiayaan perusahaan
Pembiayaan
ini tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana tetapi juga dalam bentuk
peralatan atau barang modal yang akan digunakan
2.
Penyediaan barang-barang modal
Biasanya
penyediaan barang modal dilakukan oleh supplier yang di bayar oleh lessor untuk
keperluan lessee
3.
Jangka waktu tertentu
Jangka
waktunya sejak diterimanya barang modal sampai perjanjian sewa guna usaha
berakhir
4.
Pembayaran secara berkala
Lessee
membayar harga barang modal kepada lessor secara angsuran
5.
Adanya hak pilih (option right)
Pada
akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut
6.
Adanya nilai sisa yang disepakati
bersama
Nilai
barang modal pada akhir sewa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor
dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha
7.
Adanya pihak lessor
8.
Adanya pihak lessee
Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan
Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Leasing
merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease maupun operating lease,
2. Biasanya
ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang di-lease tersebut,
3. Hak
Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak penting di bidang
akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian
leasing,
4. Benda
yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu
perusahaan, yakni benda-benda yang diperlukan dalam menjalankan perusahaan.
jadi tidak saja mesin –mesin yang hanya dapat
digunakan untuk berproduksi akan tetapi bisa
juga untuk komputer,
dan kendaraan bermotor.
Sejarah
Leasing seperti berikut :
Leasing mulai tumbuh di Indonesia
pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga
menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri
Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT
Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. lalu perusahaan tersebut mengganti namanya
menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Kemudian, melalui Keputusan Presiden
(Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan,
dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal
ventura dan kartu kredit, dan terakhir
dengan adanya peraturan baru yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan, dimana meliputi Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan
Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Dasar Hukum Leasing :
Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan
mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan
berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.
Jenis – Jenis Sewa Guna Usaha, yaitu :
1.
Sewa Guna Usaha
dengan hak opsi (finance lease)
Dengan kriteria
sebagai berikut :
a.
jumlah pembayaran
Sewa Guna Usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa
barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan
lessor.
b. Masa
Sewa Guna Usaha (SGU) ditentukan sesuai ketentuan tentang pajak penghasilan,
yaitu:
Ø 2
tahun untuk barang modal golongan I
Ø 3
tahun untuk barang modal golongan II dan III
Ø 7
tahun untuk barang modal golongan modal bangunan
c.
perjanjian sewa
guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Bentuk-bentuk finance Lease, yaitu :
a.
Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).
Dalam transaksi ini
lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa-guna-usaha,
sehingga atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.
b.
Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).
Dalam transaksi ini
lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada
lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan kontrak
sewa-guna-usaha antara lessee (pemilik semula) dengan lessor (pembeli barang
modal tersebut). Lessee dalam hal ini berperan sebagai pihak yang menjual
barang untuk digunakan selama masa lease yang disetujui kedua pihak. Metode
leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh tambahan dana untuk modal kerja. Jadi
transaksi leasing di sini bersifat refinancing.
c.
Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
beberapa perusahaan
sewa-guna-usaha secara bersama melakukan transaksi sewa-guna-usaha dengan satu
lessee. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena alasan-alasan risiko
tidak bersedia, atau karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk
menutup sendiri suatu transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang
dibutuhkan oleh lessee. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan lessee
tersebut, maka beberapa perusahaan leasing melakukan perjanjian kerja sama
untuk membiayai objek leasing yang dimaksud. Dalam hal ini salah satu
perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga lessee
cukup berkomunikasi dengan koordinator ini.
d.
Leverage Lease
Pada leasing ini
dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek
leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga
40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit
provider.
e.
Cross Border Lease
Transaksi leasing
yang dilakukan di luar batas suatu negara, di mana lessor berkedudukan di
negara berbeda dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadangkadang
disebut pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional
karena transaksi yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda. Metode
pembiayaan ini merupakan hal yang kompleks dan bersifat khusus. Transaksi
leasing ini mengandung banyak risiko bagi lessor karena bagaimanapun juga akan
melibatkan mekanisme hukum, perpajakan dan masalah-masalah lainnya dari
masing-masing negara yang bersangkutan. Untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut biasanya transaksi leasing antara negara dilakukan oleh afiliasinya
atau subsidiary perusahaan leasing yang bersangkutan. Namun untuk mempermudah
pelaksanaan transaksi tersebut banyak transaksi leasing internasional tidak
dilakukan sebagaimana mekanisme leasing yang sebenarnya. Transaks leasing
biasanya dilakukan dengan cara perjanjian penjualan bersyarat yaitu pihak lessee
diwajibkan membeli barang yang di-lease-nya pada akhir kontrak. Cara ini pada
dasarnya hanya untuk melindungi lessor dari kompleksitas peraturan dan
ketentuan-ketentuan negara asing.
f.
Vendor Program / Vendor Lease
Suatu metode
penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan leasing
memberikan atau menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli barang. Dalam
mekanisme transaksi vendor program ini, lessor membayar kepada vendor sesuai
dengan harga barang yang dipilih atau ditentukan oleh pembeli (lessee),
selanjutnya pembayaran sewa atau angsuran oleh lessee dapat dilakukan langsung
kepada lessor, atau dapat dibayarkan melalui vendor yang bersangkutan. Cara
pembayaran tersebut dapat dilakukan sesuai perjanjian. Vendor program ini sangat menarik bagi lessor karena
pemasaran leasing dilakukan oleh vendor melalui usaha penjualan barangnya yang
sekaligus disertai dengan fasilitas leasing. Penagihan uang sewa atau angsuran
merupakan kewajiban vendor yang juga berperan sebagai jaminan. Dalam hal pihak
lessee tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak atau default, pihak
vendor akan membayar penuh sesuai dengan sisa angsuran lessee.
2.
sewa-guna-usaha
tanpa hak opsi (operating lease)
Dengan Kriteria
sebagai berikut :
a.
jumlah pembayaran
sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga
perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang
diperhitungkan oleh lessor.
b.
perjanjian sewa
guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Perbedaan pokok kedua
jenis leasing ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Indikator
|
Finance
Lease
|
Operating Lease
|
1.
|
Isi Perjanjian
|
Adalah suatu perjanjian pembiayaan
dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan barang modal untuk lessee
|
Perjanjian menitikberatkan pada
pemberian jasa
|
2.
|
Resiko ekonomis atas objek
|
Resiko terletak pada lessee karena lessee wajib membayar
kembali barang modal yang disediakan oleh lessor untuk membayar barang yang
bersangkutan ditambah bunga dan ongkos lain selama kontrak berjalan,
|
Resiko ada pada lessor;
|
3.
|
Resiko pada lessor
|
Hanya memikul resiko berkenaan dengan
keadaan keuangan, kemampuan membayar serta bonafiditas lessee,
|
Lessor menanggung resiko atas
kehilangan atau kerusakan pada objek yang di lease tersebut;
|
4.
|
Jangka waktu perjanjian
|
Jangka waktu kontrak sama dengan masa
kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut persetujuan lessor,
|
Jangka waktu perjanjian umumnya tidak
sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan
|
5.
|
Hak Opsi
|
Pada akhir masa, lessee mempunya hak opsi
untuk membeli barang modal tersebut dari lessor,
|
Tidak memiliki hak opsi
|
6.
|
Masa Perjanjian
|
Dilarang mengakhiri kontrak sebelum
jangka waktu yang diperjanjikan berakhir, kecuali diperjanjikan lain,
|
Jangka waktu leasing tidak tentu dan
dapat diakhiri oleh lessee
|
7.
|
Jasa yang diberikan
|
Pada umumnya memberikan jasa-jasa untuk
penggunaan, pengoperasian dan pemeliharaan barang modal yang di lease,
|
Tidak ada.
|
Setiap transaksi Sewa Guna Usaha wajib diikat dalam suatu
perjanjian Sewa Guna Usaha (lease agreement). Perjanjian ini sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut :
a.
jenis transaksi
sewa guna usaha
b.
nama dan alamat
masing-masing pihak
c.
nama, jenis, type
dan lokasi penggunaan barang modal
d.
harga perolehan, nilai
pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa
sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas
barang modal yang disewa-guna-usahakan
e.
masa sewa guna usaha
f.
ketentuan mengenai
pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian
yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha
dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun
g.
opsi bagi
penyewa-guna-usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi
h.
tanggung jawab para pihak atas barang modal
yang disewa-guna-usaha.
Sistem leasing memberikan
peluang bagi pengusaha sebagai alternatif pembiayaan diluar sistem perbankan
dengan beberapa keunggulan sebagai berikut:
1. Proses
pengadaan peralatan modal relatif
lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedur sederhana dan tidak
ada studi kelayakan yang lama
2. Pengadaan
kebutuhan tersebut akan meringankan kebutuhan cash flow perusahaan mengingat sistem pembayaran cicilan
jangka panjang
3. Posisi
cash flow akan lebih baik dan biaya-biaya modal akan lebih murah
4. Perencanaan
keuangan perusahaan akan lebih mudah dan sederhana.
b.
Anjak Piutang (Factoring)
Sejarah Anjak
Piutang
Dalam sejarah umat manusia, kegiatan anjak piutang sudah
dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan pertama kali dipraktekkan di Mesopotamia.
Tetapi pada saat itu kegiatan anjak piutang dilakukan dengan cara sederhana,
yaitu pihak factor biasanya bertindak sebagai agen penjualan yang juga
sekaligus berperan sebagai pemberi perlindungan kredit. Selanjutnya, kegiatan
anjak piutang diteruskan di wilayah Amerika Utara khususnya pada sektor
industri tekstil yang sampai saat ini masih merupakan salah satu bidang
kegiatan usaha utama anjak piutang. Di negara- negara lain usaha ini masih
merupakan industri yang sangat baru, dimulai sekitar dekade 1970-an. Perusahaan
Anjak Piutang di Eropa mengikuti pola perkembangan usaha Anjak Piutang di
Amerika. Pada akhir abad ke-19, perusahaan-perusahaan anjak piutang
meninggalkan profesi sebagai agen dan mengkonsenterasikan kegiatannya pada
pengelolaan kredit bagi klien yang meliputi menjamin kredit, menagih dan
menyediakan dana. Bentuk inilah yang menjadi embrio bisnis Anjak Piutang
modern. Kegiatan Anjak Piutang pada dasarnya merupakan bidang usaha yang
relatif baru di Indonesia. Eksistensi Kelembagaan Anjak Piutang dimulai sejak
ditetapkan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau PAKDES 20, 1988 yang
diatur dengan KEPPRES No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan
NO.172/KMK.06/2002 ( sekarang sudah tidak berlaku lagi ). Pengenalan usaha
Anjak Piutang ditujukan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif di luar
sektor perbankan. Perusahaan Anjak Piutang bisa didirikan secara independen
(berdiri sendiri) atau dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga
pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha secara sekaligus di bidang Anjak
Piutang (factoring), sewa guna usaha (leasing), Modal Ventura (joint venture),
kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen. Bank pada prinsipnya dapat
memberikan jasa anjak piutang sebagai bagian dari produknya tanpa perlu
membentuk badan usaha baru. Karena volume usaha anjak piutang ini biasanya
relatif besar, maka umumnya bank-bank cenderung memisahkan kegiatan anjak
piutang ini dari operasional sehari-hari dengan membentuk suatu badan hukum
terpisah.
Peran anjak piutang dalam ekonomi
Banyaknya sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah
dengan kurangnya kemampuan dan terbatasnya sumber-sumber permodalan, lemahnya pemasaran, yang tentunya akan
mempengaruhi pencapaian target penjualan. Kelemahan di bidang manajemen
menyebabkan semakin meningkatnya jumlah kredit macet. Kondisi seperti ini
semakin menyulitkan memperoleh tambahan sumber pembiayaan melalui lembaga
keuangan.
Dalam mengatasi kendala di atas, kehadiran lembaga anjak
piutang akan memberi suatu alternatif pemecahan masalah. Melalui anjak piutang,
dimungkinkan bagi perusahaan-perusahaan untuk memperoleh sumber pembiayaan
secara mudah dan cepat sampai 80% dari nilai faktur penjualannya secara kredit.
Dengan demikian klien dapat lebih terkonsentrasi pada kegiatan peningkatan
produksi dan penjualan.
Beberapa manfaat anjak piutang dalam
peningkatan kemampuan usaha sebagai berikut :
a.
Menurunkan
biaya produksi perusahaan.
b.
Memberikan
fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran di muka atau advanced payment
sehingga meningkatkan credit standing perusahaan klien.
c.
Meningkatkan
kemampuan bersaing perusahaan klien, karena klien dapat mengadakan transaksi
dagang secara bebas atas dasar open account baik perdagangan dalam maupun luar
negeri.
d.
Meningkatkan
kemampuan klien memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal kerja.
e.
Menghilangkan
ancaman kerugian akibat terjadinya kredit macet. Risiko kredit macet dapat
diambil alih oleh perusahaan anjak piutang.
f.
Mempercepat
proses pertumbuhan ekonomi.
Pengertian Anjak Piutang
Factoring atau Anjak Piutang
menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas
piutang tersebut. Menurut
Kasmir dalam "Bank dan Lembaga Keuangan lainnya" (2002) menjelaskan
bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan
yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau
pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran
tertentu dari perusahaan (klien). Kemudian pengertian anjak piutang menurut
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
Dari definisi diatas, setidaknya dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
·
Perusahaan
Factoring (factoring company), atau
disebut dengan factor sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga
pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang
atau tagihan jangka pendek perusahaan;
·
Perusahaan
penjual piutang atau disebut klien (client),
adalah perusahaan yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
·
Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang
(debitur) kepada klien, dan piutang tersebut oleh klien dijual atau dialihkan
kepada factoring. Istilah klien (client) dan
nasabah (customer) dalam mekanisme anjak piutang memiliki pengertian yang
sangat berbeda. Lain halnya dengan bank yang memiliki nasabah atau customer,
sedangkan perusahaan anjak piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier.
Selanjutnya, klien yang memiliki nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang
ini sebenamya diawali dari adanya transaksi jual beli barang atau jasa yang
pembayarannya secara kredit.
b. Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau
pengurusan piutang.
c. Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan
berasal dari transaksi perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri di
antaranya:
·
Piutang
yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari perusahaan
yang belum jatuh tempo;
·
Piutang
yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo;
·
Piutang
yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.
Fungsi
dan Manfaat Factoring
Dari uraian di atas, paling tidak factoring mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Factoring berkaitan dengan masalah piutang klien. Dalam hal ini,
factor berfungsi menangani masalah atau mengambil-alih
piutang tersebut, dan menagih pembayarannya pada debitur setelah piutang jatuh
tempo;
b. Factor bertanggung jawab atas piutang klien dan membebaskan
klien dari resiko kerugian.
Sementara itu,
manfaat factoring dapat juga dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a. Bagi
Perusahaan Nasabah
1. Factoring
dapat menolong cash flow perusahaan yang melakukan penjualan kredit
2. Perusahaan
yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang dapat berkonsentrasi
meningkatkan usahanya
3. Memperlancar
perputaran modal kerja
4. Mendorong
dunia usaha lebih kompetitif
5. Melindungi
nilai terhadap resiko akibat kesulitan likuiditas
b. Bagi
Bank
1. Bank
akan lebih efisien dibandinka menagih sendiri
2. Perusahaan
anjak piutang dianggap sebagai perusahaan komplemen bagi bank
c. Secara
makro
Perusahaan anjak piutang yang
melakukan pengambilalihan piutang secara pre-payment
akan membawa efek money multiplier sehingga meningkatkan percepatan uang
beredar sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jenis-jenis Factoring
a.
Dari segi pemberitahuan
1.
Disclosed Factoring
juga
disebut dengan notification factoring adalah pengalihan piutang kepada
perusahaan anjak piutang dengan sepengetahuan pihak debitor (customer). Oleh
karena itu pada saat piutang tersebut jatuh tempo perusahaan anjak piutang
memiliki hak tagih pada debitor yang bersangkutan. Untuk dapat melakukan hal
tersebut di dalam faktur dicantumkan pernyataan bahwa piutang yang timbul dari
faktur ini telah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Notifikasi setiap
transaksi anjak piutang kepada pihak customer dimaksudkan antara lain:
a)
untuk
menjamin pembayaran langsung kepada perusahaan anjak piutang.
b) untuk mencegah pihak customer melakukan perbuatan yang merugikan
pihak perusahaan anjak piutang misalnya, pengurangan jumlah piutang sesuai
dengan kontrak klien sebagai penjual.
c) mencegah perubahan-perubahan yang ada dalam kontrak yang dapat
mempengaruhi perusahaan anjak piutang.
d) memungkinkan perusahaan anjak piutang untuk menuntut atas
namanya apabila terjadi perselisihan.
2.
Undisclosed Factoring
juga
disebut dengan non-notification factoring adalah transaksi penjualan atau
pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang oleh klien tanpa
pemberitahuan kepada debitor kecuali bila ada pelanggaran atas kesepakatan pada
pihak klien atau secara sepihak perusahaan anjak piutang menganggap akan
menghadapi risiko.
b.
Dari segi keterlibatan klien
1. Resource
Factoring, klien ikut serta memikul
resiko yang mungkin timbul atas tagihan yang dialihkannya. Dalam resource factoring ini dapat diberikan
hak opsi kepada perusahaan factoring untuk menjual kembali piutang tersebut
kepada klien.
2. Non-resource
atau Without Resource Factoring,
seluruh beban tagihan dan resiko terhadap tagihan yang tidak terbayar ada pada
perusahaan factoring. Namun, dalam perjanjian factoring dapat dicantumkan bahwa
diluar macetnya tagihan tersebut dapat dilakukan resource, jika klien ternyata
mengirimkan barang-barang yang cacat atau rendah mutunya.
c.
Dari segi tempat kedudukan para pihak
1. Domestic
Factoring, dimana semua pihak yang
terlibat dalam factoring berada pada satu negara.
2. International
Factoring, dimana pihak customer-nya
berada di luar negeri
d.
Berdasarkan Pelayanan
1. Full
service factoring, yaitu perjanjian anjak piutang yang meliputi semua jenis jasa
anjak piutang baik dalam bentuk jasa
pembiayaan maupun jasa non-pembiayaan, misalnya urusan administrasi penjualan
(sale ledger administration), tagihan dan penagihan piutang termasuk menanggung
risiko terhadap piutang yang macet.
2. Finance factoring, yaitu
perusahaan anjak piutang yang hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja tanpa
ikut menanggung risiko atas piutang tak tertagih. Penyediaan pembiayaan dana
tunai pada saat penyerahan faktur kepada perusahaan factoring sampai sejumlah 80%
dari nilai seluruh faktur sesuai dengan besarnya plafon pembiayaan (limit
kredit). Klien tetap bertanggung jawab terhadap pembukuan piutang dan
penagihannya, termasuk menanggung risiko tidak tertagihnya piutang tersebut.
3. Bulk
factoring, jasa
factoring ini juga disebut dengan agency factoring yaitu transaksi yang
mengaitkan perusahaan factoring sebagai agen dari klien. Bentuk fasilitas
factoring ini pada dasarnya hampir sama dengan full service factoring, namun
penagihan piutang tetap dilakukan oleh klien dan proteksi risiko kredit tidak
dijamin perusahaan factoring.
4. Maturity
factoring, yaitu pembiayaan
pada dasarnya tidak diperlukan oleh klien tetapi oleh pengurusan penjualan dan
penagihan piutang serta proteksi atas tagihan. Fasilitas anjak piutang maturity
memberikan kredit perdagangan kepada customer atau nasabah dengan pembayaran
segera. Misalnya, 2% 10 hari, net 30, artinya apabila debitor membayar dalam
jangka waktu 10 hari pertama, ia memperoleh potongan sebesar 2%. Apabila tidak,
pembayaran penuh harus dilakukan dalam waktu 30 hari. Dalam perjanjian anjak
piutang ini perusahaan factoring akan membayar kliennya tidak lebih dari 10
hari setelah faktur jatuh tempo. Oleh karena itu tidak ada beban bunga yang
diperhitungkan. Pembayaran atas piutang yang dialihkan dapat dilakukan
berdasarkan periode tertentu yang didasarkan atas perkiraan rata-rata jatuh
tempo faktur atau penyerahan copy faktur.
e.
Berdasarkan Pembayaran kepada Klien
1. Advanced
payment, yaitu transaksi anjak
piutang dengan memberikan pembayaran di muka (prepayment financing) oleh
perusahaan anjak piutang kepada klien berdasarkan penyerahan faktur yang
besarnya berkisar 80% dari nilai faktur.
2. Maturity, transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya dilakukan
perusahaan anjak piutang pada saat piutang tersebut jatuh tempo. Pembayaran
tagihan tersebut biasanya dilakukan berdasarkan rata-rata jatuh tempo tagihan
(faktur).
3. Collection, yaitu transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya akan
dilakukan apabila perusahaan anjak piutang berhasil melakukan penagihan
terhadap debitor.
Berkaitan
dengan perjanjian factoring antara klien dan factor, umumnya isi yang terkandung
dalam perjanjian tersebut adalah:
a. Persetujuan klien untuk menjual piutang kepada factor
b. Jaminan dari klien bahwa piutang tersebut dapat dilaksanakan,
tidak sedang dalam sengketa dan berasal dari transaksi bisnis
c. Pemberitahuan pengalihan piutang kepada factor
d. Dokumen-dokumen yang harus disampaikan klien kepada factor sesuai
dengan jadwal yang disepakati
e. Jangka waktu perjanjian
f. Kuasa dari klien kepada factor untuk menagih pembayaran
piutang oleh debitur
g. Biaya factoring, berkaitan dengan komisi atas penjualan atau
peralihan piutang dari klien kepada factor.
c.
Usaha Kartu Kredit
Pengertian Usaha Kartu Kredit
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha
Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan
menggunakan kartu kredit, Sedangkan pengertian kartu kredit sendiri menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005, Kartu Kredit adalah Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang
timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau
untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu
berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang
disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.
Sejarah Kartu Kredit
Pembayaran
dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1920-an di
Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit hanya dapat dipergunakan
untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut.
Dari
benua Amerika, kartu kredit berkembang pula sampai ke Inggris dan benua Eropa
lain, yaitu yang dikeluarkan oleh Euro Cheque Penerbitan kartu semacam ini
tidak lepas dari adanya persaingan dagang antara pengusaha. Para pengusaha
tersebut berusaha menarik minat pelanggannya dengan menerbitkan kartu yang memberikan
fasilitas-fasilitas tertentu bagi pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa
kemudahan-kemudahan dalam berbelanja misalnya pembayaran yang dapat dilakukan
kemudian atas barang yang telah dibeli. Dari benua Eropa dan Amerika, kartu
kredit terus berkembang terus ke Asia terutama di Jepang yaitu dengan
dikeluarkannya kartu kredit oleh Bank Sumitomo. Di Indonesia tidak ketinggalan
pula. Meskipun sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran
dengan kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi dengan
menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai kelihatan menonjol. Kartu
kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu kredit yang
diterbitkan oleh American Exprees
dan Dinners Club. Sedangkan bank
nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini
hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional
yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan Internasional
adalah Bank Duta.
Dasar Hukum Penggunaan kartu kredit di Indonesia
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1
Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah
satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian,
Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu
kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak
mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit
sebagai alat pembayaran.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada
tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan
pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu
kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga
Pembiayaan.
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28
Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/8/PBI/2008. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28
Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur
secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan
kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh
Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun
sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK
ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan
tersebut.
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13
April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu.
e. Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP tanggal 13
April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu.
Manfaat Kartu Kredit bagi Pemegang Kartu Kredit ( Card Holder
)
1. Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan
transaksi transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
2. Terdapat berbagai
penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain point rewards, diskon di pedagang (merchant),
dan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Resiko Kartu Kredit
Walapun
di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain
terdapat resiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya,
seperti :
1. Resiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena pengguna
yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk
saat ini transaksi belanja dengan menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan
tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh pihak lain.
2. Resiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang
relatif tinggi karena pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada
saat jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah
jatuh tempo.
Pihak-Pihak dalam
Penyelenggaraan Kartu Kredit
1.
Pemegang kartu
adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya,
baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu
Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian
tertulis.
3.
Penerbit adalah
bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.
Acquirer adalah
bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang
(merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.
Pedagang (merchant)
adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi
penggunaan Kartu Kredit.
6.
Penyelenggara
kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka
transaksi Kartu Kredit.
7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga
selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir
atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara
kliring.
Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang
Terkait Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit
Dengan adanya perjanjian penerbitan
kartu kredit, maka dengan demikian timbul hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit
tersebut. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hak dan Kewajiban
Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit
Hak dan kewajiban antara penerbit
dan pemegang kartu kredit tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang
telah ditetapkan oleh penerbit.
a. Hak penerbit
1. Memperoleh iuran tahunan;
2. Memperoleh pembayaran transaksi yang
telah dilakukan pemegang kartu kredit termasuk bunga
keterlambatan;
3. Membatalkan atau memperpanjang
keanggotaan pemegang kartu kredit;
4. Menarik kembali kartu kredit yang
ada pada pemegang kartu kredit;
5. Mencantumkan nomor kartu kredit yang
telah dibatalkan oleh penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke
dalam daftar hitam;
Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit
bila :
a) Pemegang kartu kredit belum memenuhi
kewajibannya kepada pnerbit;
b) Transaksi tersebut diragukan oleh
penerbit.
b. Kewajiban Penerbit
1. Membayar segala transaksi pemegang
kartu kredit yang telah disetujui oleh penerbit kepada pedagang melalui
pengelola;
2. Memberikan pelayanan dan informasi
kepada pemegang kartu kredit;
3. Menyampaikan tagihan bulanan kepada
pemegang kartu kredit.
c. Hak Pemegang Kartu Kredit
1. Berbelanja di pedagang yang telah
ditunjuk oleh penerbit dengan menggunakan kartu kredit;
2. Mengambil uang tunai di bank dengan
batasan jumlah tertentu;
3. Memperoleh kartu pengganti baik atas
kartu yang telah hilang maupun kadaluarsa;
4. Menolak memperpanjang keanggotaan
dengan memberitahukan secara tertulis kepada bank.
d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit
1. Melaporkan kepada penerbit pada
kesempatan pertama apabila kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai
dengan laporan polisi;
2. Membayar dan melunasi segala
kewajiban kepada penerbit yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan
biaya keterlambatan;
3. Melaporkan setiap perubahan data
pribadi pemegang kartu kredit.
2. Hak dan Kewajiban Antara
Pengelola dan Pedagang
a. Hak Pengelola
1. Menerima discount rate;
2. M enerima atau menunda pembayaran atas
transaksi yang diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;
3. Memutuskan perjanjian kerja sama
secara sepihak dengan memberitahukan secara tertulis.
b. Kewajiban Pengelola
1. Memberikan daftar hitam secara
berkala kepada merchant yang berisi nomor kartu kredit yang telah
dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
2. Melakukan pembayaran atas transaksi
yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit;
3. Meminjamkan peralatan pendukung
untuk melakukan transaksi.
c. Hak Pedagang
1. Menerima pembayaran atas transaksi
yang telah dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang telah memperoleh
otorisasi;
2. Menerima daftar hitam secara berkala
yang berisi atau memuat nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau
dinyatakan tidak berlaku lagi;
3. Memutuskan perjanjian kerja sama
dengan pemeritahuan secara tertulis.
d. Kewajiban Pedagang
1. Mengambil dan menyerahkan kartu
kredit yang digunakan untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit
tersebut :
a. Tercantum dalam daftar hitam;
b. Diminta oleh pengelola;
c. Meneliti keabsahan kartu kredit yang
terdiri dari :
a. Masa berlaku;
b. Tanda tangan;
c. Keutuhan kartu kredit;
d. Keaslian kartu kredit
2. Meminta otorisasi kepada penerbit
melalui pengelola bila transaksi melebihi batas kewenangan transaksi;
3. Memberikan discount rate kepada
pengelola sesuai dengan yang telah ditetapkan;
4. Tidak meminjamkan dan
memindahtangankan kepada pedagang lain semua [eralatan yang dipinjamkan
pengelola kepada pedagang;
5. Menjaga kerahasiaan data pemegang
kartu kredit bila pernah berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan
kepada pihak yang tidak berkepentingan.
3.
Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang
Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan pedagang
tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, karena hal tersebut sebenarnya
telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan penerbit dan antara
pedagang dengan pengelola (acquirer).
d.
Pembiayaan Konsumen
Pengertian Pembiayaan Konsumen
Menurut
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance)
adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya Pembiayaan
konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan
oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang
memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer
Finance Company). Berdasarkan definisi
pembiayaan konsumen di atas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan
konsumen, yaitu :
a. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu
alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b. Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen
adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang
kebutuhan rumah tangga , komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.
c. Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran /
berkala, biasanya dilakukan pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung
kepada konsumen.
d. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak
terikat dengan ketentuan seperti financial lease (sewa guna usaha dengan hak
opsi).
Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan
kepemilikannya :
a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang
merupakan anak perusahaan dari pemasok.
b. Perusahaan
pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan pemasok.
c. Perusahaan
pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok.
Dasar hukum dari perjanjian pembiayaan konsumen dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Dasar Hukum
Substantif
Yang
merupakan dasar hukum substantif eksistensi pembiayaan konsumen, adalah
perjanjian di antara para pihak berdasarkan azas kebebasan berkontrak, yakni
perjanjian antara pihak perusahaan finansial sebagai kreditur dan pihak
konsumen sebagai debitur. Mengenai azas kebebasan berkontrak di atur dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa suatu perjanjian yang di
buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Pasal ini
mengandung arti bahwa para pihak boleh membuat berbagai persetujuan/perjanjian
baik yang sudah di atur dalam undangundang , maupun yang tidak di atur dalam
undang-undang. Selama apa yang disepakati itu sah, artinya memenuhi
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang di atur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Dengan
demikian, maka jika para pihak membuat perjanjian pembiayaan konsumen yang
telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka menurut hukum yang
berlaku di Indonesia, perjanjian pembiayaan konsumen itu mempunyai kekuatan
mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Jadi meskipun perjanjian pembiayaan konsumen itu belum di atur secara khusus di
dalam KUHPerdata, para pihak boleh/di beri kebebasan untuk mengaturnya sendiri.
2.
Dasar Hukum Administratif
Di
samping dasar hukum yang bersifat substantif, ada beberapa dasar hukum di dalam
hukum Indonesia yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum administratif bagi keberadaan perusahaan
pembiayaan konsumen, yaitu :
a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun
1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan
, yang diperbaharui dengan : Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Kedudukan Para
Pihak Dalam Transaksi Pembiayaan Konsumen
Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan
konsumen, adalah:
a.. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur)
b. Pihak konsumen (debitur)
c. Pihak Supplier (penjual)
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a.
Hubungan pihak
kreditur dengan konsumen
Hubungan
antara pihak kreditur (perusahaan pemberi biaya) dengan konsumen (debitur
sebagai pihak yang menerima biaya), adalah hubungan yang bersifat kontraktual,
yang artinya didasarkan pada kontrak yang dalam hal ini adalah kontrak
pembiayaan konsumen. Pihak perusahaan pemberi biaya berkewajiban utama untuk
memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak
konsumen sebagai penerima biaya
berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan/angsuran
kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana
dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit yang di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur) demikian
dapat dijelaskan, bahwa setelah seluruh kontrak ditandatangani dan dana sudah dicairkan serta barang sudah
diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang bersangkutan sudah
langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun kemudian biasanya barang tersebut
dijadikan jaminan hutang melalui perjanjian fidusia.
b.
Hubungan pihak konsumen dengan supplier
Antara
pihak konsumen dengan supplier terdapat hubungan jual beli (bersyarat), di mana
pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku pembeli dengan syarat, bahwa
harga akan dibayar oleh pihak ketiga
yaitu pihak pemberi biaya. Syarat tersebut memiliki arti, bahwa apabila karena
alasan apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual
beli antara supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal.
c.
Hubungan penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier.
Antara
pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier tidak ada hubungan hukum
yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan
untuk menyediakan dana dan digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak
supplier dengan konsumen. Oleh karena itu apabila pihak penyedia dana
wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun
kontrak pembiayaan konsumen telah selesai
dilakukan, maka jual beli bersyarat antara supplier dengan konsumen akan batal,
sehingga konsumen dapat menggugat pihak pemberi dana atas wanprestasinya
tersebut.
Dalam transaksi pembiayaan konsumen terdapat tiga macam
jaminan yaitu :
a. Jaminan Utama, berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur
(konsumen) bahwa pihak konsumen dapat di percaya dan sanggup membayar
hutang-hutangnya. Berkaitan dengan hal ini berlaku prinsip pemberian kredit, seperti prinsip 5 C
(Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition of Economy).
b. Jaminan Pokok, berupa barang yang di beli dengan dana tersebut. Apabila dana tersebut diberikan misalnya
untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya.
Biasanya jaminan ini di buat dalam bentuk
Fiduciary Transfer of Ownership (fidusia), sehingga seluruh dokumen yang
berkenaan dengan kepemilikan barang
yang bersangkutan akan di pegang oleh pihak pemberi dana (kreditur) hingga
kredit di bayar lunas.
c.
Jaminan
Tambahan
Dalam transaksi pembiayaan konsumen, jaminan
tambahan sering juga disertakan. Biasanya jaminan ini berupa pengakuan hutang
(Promissory Notes) atau Actknowledgement
of Indebtedness, kuasa menjual barang, dan Assignment of Proceed (Cessie) dari
asuransi. Selain itu, sering juga dimintakan persetujuan suami/isteri (untuk
konsumen perorangan) dan persetujuan komisaris/RUPS sesuai anggaran dasarnya
(untuk konsumen perusahaan).
G.
PERUSAHAAN MODAL VENTURA
Pengertian Perusahaan
Modal Ventura
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan
Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan / penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan (Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu
tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi
konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi
modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko
yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang
tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden. Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing
disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada
perusahaan modal ventura, dan Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura
disebut Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee company. Dana ventura ini
mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya
untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga
tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna
memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat
juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana
ventura ini adalah berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya,
bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana
ataupun kemitraan untuk tujuan investasi tersebut. Penyertaan modal yang
dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap
perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat
operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai
bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai
penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Sejarah Modal Ventura Di Indonesia
Mengacu
kepada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/1988, perusahaan
modal ventura dapat membantu permodalan maupun bantuan teknis yang diperlukan
calon pengusaha maupun usaha yang sudah berjalan guna :
1. Pengembangan suatu penemuan baru.
2. Pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya
mengalami kesulitan dana.
3. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan.
4. Membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran
usaha.
5. Pengembangan projek penelitian dan rekayasa.
6. Pengembangan berbagai penggunaan teknologi baru dan alih
teknologi baik dari dalam maupun luar negeri.
7. Membantu pengalihan pemilikan perusahaan
Perusahaan
modal ventura di Indonesia diawali dengan pembentukan PT Bahana Pembinaan Usaha
Indonesia (BPUI), sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang sahamnya dimilki
oleh Departemen Keuangan (82,2%) dan Bank Indonesia (17,8%). Gema nama Bahana
memang sempat menggetarkan dunia keuangan nusantara. Ketika pada tahun 1993
salah satu anak usahanya, PT Bahana Artha Ventura (BAV), agresif melebarkan
usaha ke seluruh provinsi, membentuk Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD).
Sasarannya, usaha kecil menengah (UKM) untuk dibiayai.
Dasar
Hukum Modal Ventura
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 tanggal
3 Oktober 1995 Tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak
Penghasilan bagi Perusahaan Modal Ventura.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal
9 Juni 1994 Tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari
Perusahaan Modal Ventura.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang
sektor-sektor usaha Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988 Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
6. Kepres Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
7. Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
8. PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 tentang
Perusahaan Modal Ventura
Tujuan
Pendirian Modal Ventura
Secara garis besar maksud dan tujuan pendirian modal
ventura antara lain sebagai berikut :
1. Untuk pengembangan suatu proyek tertentu, misalnya proyek
penelitian, dimana proyek ini biasanya tanpa memikirkan keuntungan semata, akan
tetapi lebih bersifat pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan
produk baru. Pembiayaan untuk usaha ini baru memperoleh keuntungan dalam jangka
panjang.
3. Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan
pembiayaan dengan mengambilalihkan kepemilikan usaha perusahaan lain lebih
banyak diarahkan untuk mencari keuntungan.
4. Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan
tujuan untuk membantu para pengusaha lemah yang kekurangan modal , tetapi tidak
punya jaminan materil sehingga sulit memperoleh jaminan.
5. Alih teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih
menggunakan teknologi lama sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan
mutu produknya.
6. Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
7. Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko
kerugiannya sangat besar.
Karakteristik Modal Ventura
Kegiatan
modal ventura memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan
lembaga pembiayaan lainnya. Ciri atau karakteristik modal ventura adalah
sebagai berikut:
1. Kegiatan yang dilakukan bersifat penyertaan langsung ke
suatu perusahaan.
2.
Penyertaan
dalam perusahaan bersifat jangka panjang dan biasanya diatas tiga tahun.
3.
Bisnis yang
dimasuki merupakan bisnis yang memiliki resiko tinggi.
4.
Keuntungan
yang diperoleh berasal dari capital gain, deviden atau bagi hasil tergantung
dari penyertaan modalnya di bidang / jenis yang diinginkan.
5.
Kegiatannya
lebih banyak dilakukan dalam usaha pembentukan usaha baru atau pengembangan
suatu usaha.
Karakteristik Usaha / Perusahaan yang Menjadi Sasaran
Modal Ventura
Tidak
semua perusahaan bisa dibiayai oleh modal ventura, ada karakteristik tertentu
perusahaan yang biasanya dibiayai oleh modal ventura, antara lain :
1. Perusahaan yang sedang tumbuh dan inovatif serta
berpotensi berkembang dimasa datang.
2. Perusahaan yang ingin melakukan ekspansi usaha namun
mengalami keterbatasan.
3. Perusahaan yang ingin melakukan restrukturisasi
hutang-hutang.
4. Perusahaan yang sudah mempunyai pangsa pasar yang baik
tetapi fasilitas produksi sudah usang.
5. Perusahaan yang memerlukan benih modal dalam
mengembangkan suatu produk baru
Jenis
Pembiayaan Modal Ventura
1. Equity Financing, merupakan jenis pembiayaan langsung
dalam hal ini perusahaan modal ventura melakukan penyertaan secara langsung
pada perusahaan pasangan usaha dengan cara mengambil bagian dari jumlah saham
milik perusahaan pasangan usaha.
2. Semi Equity Financial, merupakan jenis pembiayaan dengan
cara membeli obligasi konversi yang diterbitkan oleh perusahaan pasangan usaha.
3. Mendirikan perusahaan baru dalah hal ini perusahaan modal
ventura bersama-sama dengan perusahaan pasangan usahamendirikan usaha yang baru
sama sekali.
4. Bagi Hasil, merupakan jenis pembiayaan yang ditujukan
kepada usaha kecil yang belum memiliki bentuk badan hukum PT. Namun tidak
tertutup kemungkinan dengan yang berbadan hukum PT, apabila kedua pihak saling
menginginkannya
Sumber-Sumber Dana Modal Ventura
Dalam
melakukan penyertaan modal diberbagai bidang usaha, perusahaan modal ventura
harus memiliki dana yang cukup yang dapat diperoleh dari berbagai sumber dana
yang dapat dipilih sebagai berikut :
1. Dari dalam perusahaan sendiri :
·
Setoran modal dari
pemegang saham
·
Cadangan laba yang
belum terpakai
·
Laba yang ditahan
2. Dari luar perusahaan :
·
Investor baik
perorangan atau industri
·
Pinjaman dari
Lembaga Perbankan
·
Pinjaman dari
Lembaga Asuransi
·
Pinjaman dari Dana
Pensiun
Cara
pembiayaan modal ventura di Indonesia
Beberapa cara pembiayaan yang dilakukan oleh modal
ventura di Indonesia, yaitu dengan cara :
a.
Penyertaan saham
secara langsung kepada perusahaan yang menjadi pasangan usaha.
b. Dengan membeli obligasi konversi yang setelah waktu yang
disepakati bersama dapat dikonversi menjadi saham / penyertaan modal pada perseroan.
c. Dengan pola bagi hasil dimana persentase tertentu dari
keuntungan setiap bulan akan diberikan kepada perusahaan modal ventura oleh
perusahaan pasangan usaha. Pola bagi hasil yang mungkin dilakukan adalah sbb:
a. Bagi hasil berdasarkan pendapatan yang diperoleh (revenue
sharing).
b. Bagi hasil berdasarkan keuntungan bersih (net profit
sharing).
c. Bagi hasil berdasarkan perjanjian.
Perbedaan Modal Ventura dan Bank
Adapun antara bank dan modal ventura memiliki suatu perbedaan, antara lain
:
Ket
|
BANK
|
MODAL VENTURA
|
Pelaku
|
Bank, Kreditur, Debitur.
|
Investor, Perusahaan Modal
Ventura, PPU.
|
Bantuan Pembiayaan
|
Pinjaman / Kredit
|
Penyertaan Modal
|
Keterlibatan Manajemen
|
Tidak ada
|
Ada ( Sebagai Partner )
|
Jenis Resiko
|
Kredit Macet
|
Usaha Gagal
|
Bentuk Keuntungan
|
Bunga Kredit
|
Capital Gain
|
Jangka Waktu
|
Pendek, Menengah, Panjang
|
5 - 10 Tahun ( Jangka Panjang )
|
Akhir Kontrak
|
Lunas
|
Divestasi
|
Keunggulan dan Kelemahan Modal Ventura
a.
Keunggulan
Modal Ventura
1. Sumber dana bagi perusahaan baru.
2. Adanya penyertaan manajemen.
3. Keperdulian yang tinggi dari perusahaan modal Ventura.
4. Dengan adanya penyertaan modal, Perusahaan Pasangan Usaha
dapat mencari bantuan modal dalam bentuk lain.
5. Modal Ventura menaikkan pamor Perusahaan Pasangan Usaha
dan Perusahaan Modal Ventura itu Sendiri.
6. Perusahaan Pasangan Usaha mendapat mitra baru yang
dimiliki perusahaan modal ventura.
7. Mendukung usaha kecil yg berpotensi berkembang dan
memperluas kesempatan kerja.
b.
Kelemahan
Modal Ventura
1. Jangka waktu pembiayaan yang relatif panjang.
2. Terlalu selektifnya perusahaan modal ventura dalam
mencari perusahaan pasangan usaha.
3. Kontrol manajemen perusahaan pasangan usaha dapat diambil
alih oleh perusahaan modal ventura apabila menunjukan gejala kegagalan.
Daftar
beberapa perusahaan Modal Ventura seperti contohnya di Jalan Sudirman atau
sekitar Indonesia.
·
Pertamina
·
Perusahaan Gas
Negara (PGN)
·
Bahana Artha
Ventura (BAV)
·
PT Venture Capital
·
Bina Swadaya
·
Kospin Jasa
H. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Menteri Keuangan
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.010/2009 tentang
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Peraturan tersebut mengatur tentang
kegiatan usaha, tata cara pendirian (perizinan dan permodalan), kepemilikan dan
kepengurusan, kantor cabang, pinjaman, penyertaan dan penempatan dana, pembatasan,
perubahan nama, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha,
serta sanksi atas Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
Infrastruktur adalah prasarana yang dapat memperlancar mobilitas arus barang
dan jasa. Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha bagi
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Izin usaha berlaku sejak
tanggal ditetapkan. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meliputi
pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk pembiayaan Infrastruktur,
refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai oleh pihak lain, dan
pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang berkaitan dengan
pembiayaan infrastruktur. Selain itu, untuk mendukung kegiatan usaha,
perusahaan pembiayaan juga dapat melakukan pemberian dukungan kredit (credit
enhancement), termasuk penjaminan untuk pembiayaan infrastruktur, pemberian
jasa konsultasi (advisory services), penyertaan modal (equity investment),
upaya mencarikan swap market yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur,
serta kegiatan atau pemberian fasilitas lain yang terkait dengan pembiayaan
infrastruktur setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. Untuk membiayai
kegiatannya, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dapat memperoleh dana antara
lain dengan penerbitan surat-surat berharga, pinjaman jangka menengah dan atau
jangka panjang yang bersumber dari Pemerintah Republik Indonesia, pemerintah
asing, organisasi multilateral, bank dan/atau lembaga keuangan baik dalam
maupun luar negeri, serta hibah (grant). Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
dapat menempatkan dana dalam bentuk Surat Utang Negara, Sertifikat Bank
Indonesia dan/atau instrumen keuangan lainnya yang mempunyai peringkat
investasi. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dilarang menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk Giro, Deposito, dan atau Tabungan. Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur wajib menyampaikan kepada Menteri Keuangan berupa
Laporan Keuangan triwulanan (setiap 31 Maret, 30 Juni, 30 September, 31
Desember), Laporan Kegiatan Usaha semesteran (setiap 30 Juni dan 31 Desember),
dan Laporan Keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan, Menteri Keuangan melakukan pemeriksaan
perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Pencabutan Izin Usaha Perusahaan
Pembiayaan dilakukan oleh Menteri Keuangan apabila Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur bubar, dikenakan sanksi sesuai dengan PMK, tidak lagi menjadi
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, atau melakukan penggabungan atau peleburan
ke dalam Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur lain.
I. PERLAKUAN PERPAJAKANNYA
Ø Sewa Guna
Usaha
a.
Sewa guna usaha Dengan Hak Opsi
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai
berikut :
penghasilan
lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa
guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
1.
lessor tidak boleh
menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi
2.
dalam hal masa
sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor
3.
lessor dapat
membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari
rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
4.
kerugian yang
diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk
pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
5.
dalam hal cadangan
penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani
untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan,
sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat
dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perlakuan PPN bagi Lessor adalah sebagai berikut :
Atas
penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari lessor
kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai
berikut :
a.
selama masa
sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
b.
setelah lessee
menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan
penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan;
c.
pembayaran
sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas
tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee
sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam peraturan
ini.
d.
dalam hal masa
sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.
Lessee tidak
memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang
dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
b.
Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai
berikut :
1.
seluruh pembayaran
sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan
obyek Pajak Penghasilan.
2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal
yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11
Undang-undang Pajak Penghasilan beserta
peraturan pelaksanaannya.
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai
berikut :
1.
pembayaran
sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2.
lessee wajib memotong
Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang
dibayarkan atau terutang kepada lessor.
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut
:
Atas
penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor
kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat 1 dan 4 huruf b “Tidak dipotong PPh pasal
23 sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi” dan diatur lebih jelas
dalam PMK Nomor 251/PMK.03/2008 (Jasa Keuangan selain bank yg dikecualikan dari
pemotongan PPh Ps 23)
Angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25
Besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh
lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17
Undang-undang Pajak Penghasilan terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
laporan keuangan triwulanan terakhir sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20
KMK nomor 1169/kmk.01/1991 disetahunkan, dibagi 12.
Ø Anjak Piutang
Dalam
hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan
sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat
1 huruf c angka 1 . Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 5 ditetapkan
paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo
akhir piutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009
Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai
Biaya.
Ø Usaha Kartu
Kredit
Dalam
hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan
sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat
1 huruf c angka 1 . Menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 3 huruf d,
Pembiayaan konsumen tidak dikenakan PPN”
Ø Pembiayaan
Konsumen
Dalam
hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan
sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat
1 huruf c angka 1 . Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 4
ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan
saldo akhir piutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009
Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai
Biaya. Menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 3 huruf d, Pembiayaan
konsumen tidak dikenakan PPN”
Ø Perusahaan
Modal Ventura
Menurut
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 2 Huruf c ( Bersifat final ) “Penghasilan dari transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan modal ventura “ dengan dikenakan tarif sebesar 0,1%
(satu perseribu) dari
jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal Diperjelas juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya dan pasal 4 ayat 3 huruf k (Bukan Objek Pajak) “ Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha di indonesia dengan syarat :
jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal Diperjelas juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya dan pasal 4 ayat 3 huruf k (Bukan Objek Pajak) “ Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha di indonesia dengan syarat :
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau dalam
sektor usaha berdasarkan PMK dan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Penjelasan
mengenai Perusahaan mikro, kecil, menengah dalam perusahaan modal ventura
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 250/Kmk.04/1995 Tentang Perusahaan Kecil Dan Menengah
Pasangan Usaha Dari Perusahaan Modal Ventura Dan Perlakuan Perpajakan Atas
Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura
Ø Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur
Menurut
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1 huruf k yaitu “ Biaya pembangunan
infrastruktur sosial diatur dengan Peraturan Pemerintah” (Sebagai faktor Pengurang
).
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dapat
kami simpulan bahwa Menurut pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
1988 yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah “Badan Usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat.” Sehingga dari pengertian tadi
dapat kita ambil kesimpulan bahwa paling tidak Lembaga Pembiayaan memuat dua
unsur pokok, yaitu
1. Melakukan kegiatan dalam bentuk penyediaan
dana dan/ atau barang modal;
2. Tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat sehingga sering disebut Non - Depository Financial Institution.
Dalam Peraturan
Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayan, dimana Lembaga
pembiayaan meliputi
1. Perusahaan Pembiayaan
Kegiatan
Usahanya yaitu :
·
Sewa Guna Usaha
1. Sewa Guna Usaha Dengan hak opsi ( Financial / Capital
Lease )
2. Sewa Guna Usaha Tanpa hak opsi ( Operating Lease )
·
Anjak Piutang
Factoring
atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan
berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
a. Perusahaan Factoring (factoring
company), atau disebut dengan factor
sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan
bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan
jangka pendek perusahaan;
b. Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan yang menjual
atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
c. Nasabah (customer),
sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien.
·
Usaha Kartu Kredit
Menurut Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan
untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Pihak-Pihak
dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit , yaitu :
1.
Pemegang kartu
adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2.
Prinsipal adalah
bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem
dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit
dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan
anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.
Penerbit adalah
bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.
Acquirer adalah
bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang
(merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.
Pedagang (merchant)
adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi
penggunaan Kartu Kredit.
6.
Penyelenggara
kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka
transaksi Kartu Kredit.
7.
Penyelenggara penyelesaian
akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab
terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing
penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan
hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.
·
Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Menurut
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance)
adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
2.
Perusahaan
Modal Ventura
Menurut
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture
Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan /
penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan
(Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu
dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,
dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi modal
ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko yang
dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi
pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal
ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri
sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan
guna memperoleh suatu pinjaman.
3.
Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur
Dalam
rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.010/2009 tentang Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan usaha, tata cara
pendirian (perizinan dan permodalan), kepemilikan dan kepengurusan, kantor
cabang, pinjaman, penyertaan dan penempatan dana, pembatasan, perubahan nama,
pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha, serta sanksi atas
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah
badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana pada proyek infrastruktur. Infrastruktur adalah prasarana yang
dapat memperlancar mobilitas arus barang dan jasa. Setiap pihak yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, wajib terlebih
dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Persetujuan atau penolakan
atas permohonan izin usaha bagi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur diberikan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara
lengkap.
Perlakuan Perpajakannya
Sebenarnya
tidak ada perlakuan khusus dalam
perlakuan perpajakan pada Lembaga Pembiayaan, tetapi dalam pembentukan dan
pemupukan dana cadangan untuk cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank
dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang diperbolehkan
sebagai faktor pengurang dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan
yang diatur di UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf c selanjutnya
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan
Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. Berdasarkan UU PPh juga menegaskan bahwa
pemotongan pajak pasal 23 untuk Sewa guna usaha dengan hak opsi serta
penghasilan yang dibayar atau terutang pada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyaluran pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan
PMK tidak dilakukan pemotongan, jelasnya pada PMK Nomor 251/PMK.03/2008. Untuk
biaya pembangunan infrastruktur sosial, ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah dan sebagai faktor pengurang ( Pasal 6 ayat 1 huruf k UU PPh ). Kemudian
untuk pengenaan PPN, dalam hal ini tidak dikenakan berdasarkan UU PPN Pasal 4A
ayat 3 huruf d, selanjutnya untuk Modal ventura ada yang dikenakan Tarif final
sebesar 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada pasal 4 ayat 2 huruf
c dan ada yang bukan objek pajak pada pasal 4 ayat 3 huruf k UU PPh. Jika di tanya apakah berperan penting lembaga
pembiayaan ini, jawabannya dari penjelasan pada BAB II bahwa Lembaga Pembiayaan
itu sangat berpengaruh penting bagi pelaku
bisnis, disamping mempermudah juga sebagai jalan alternatif apabila
Pelaku Bisnis tidak mau meminjam dana kepada bank.
2. SARAN
Setelah
kami pelajari tentang Lembaga Pembiayaan ini, menurut kami pemerintah harus
lebih giat mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat, khususnya
dalam hal perusahaan pembiayaan infrastruktur karena pada kenyataanya
masyarakat masih banyak yang kurang mengetahui tentang peraturan mengenai Lembaga Pembiayaan.
Terutama dalam pengenaan pajaknya masih kurang jelas sehingga menimbulkan persepsi
yang berbeda, seharusnya pemerintah memberikan kemudahan dalam pengenaan
pajaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Undang
– Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
Undang
– Undang PPN & PPnBM Nomor 42 Tahun 2009
1251/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember
http://slidepajak.wordpress.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/modal-ventura-tugas-blk/
Kasmir,
Bank dan lembaga keuangan lainnya.
Grafindo, Jakarta: 2002
Kasmir,
SE. M.M. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Rajawali Pers.
Keputusan
Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991
Keputusan
Presiden Nomor 61 Tahun 1988
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1995 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS
PENGHASILAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM ATAU
PENGALIHAN PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN PASANGAN USAHANYA
PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN
PMK
Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura