RSS

Jumat, 14 Agustus 2015

PTKP BARU - Per 1 Juli 2015



Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 122/Pmk.010/2015 Yaitu Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, rasanya saya tidak seru kalau tidak membuat blog mengenai hal ini. Sesuai dengan peraturan tersebut Per 1 Juli 2015 PTKP menjadi naik dari sebelumnya, sebagai berikut :
a.         Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.        Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.   Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
d.        Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Begitu menggembirakannya ya peraturan ini, membawa angin segar bagi para pekerja di Indonesia karena dengan dinaikkannya PTKP ini, pemotongan terhadap penghasilan gaji (PPh Ps. 21) mereka jadi kecil dan take home pay pegawai itu sendiri ada penambahan dari sebelumnya. Bagi pekerja yang berpenghasilan di bawah  Rp 3.000.000,- tidak dipungut pajak penghasilan. Kenaikan PTKP ini merupakan salah satu stimulus pajak yang akan mendorong tingkat konsumsi dan pertumbuhan ekonomi: meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi masyarakat, meningkatkan pembentukan modal tetap bruto  (PMTB), pertumbuhan lapangan kerja.

Adapun Juklak yang telah diterbitkan terkait dengan kenaikan PTKP  ini yaitu Per-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, jasa dan Kegiatan Orang Pribadi. Perdirjen ditandatangani hari jumat kemarin tanggal 7 Agustus 2015. Sebelum itu keluar, sudah terbit juga siaran pers dari Direktur P2Humas tanggal 27 Juli 2015 yang isinya memberikan gambaran pembetulan SPT Masa PPh 21 Januari-Juni 2015.


Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka penghitungan PPh Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut: (dikutip dari Per-32/PJ/2015 Bab  X Aturan Peralihan Pasal 27) 
  1. Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 21 serta pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2015 dihitung dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015;
  2. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21, dan dalam hal terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak Juli 2015 sampai dengan Desember 2015; dan
  3. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan berdasarkan Peraturan ini.
Untuk Jelasnya Perhitungan PPh Ps. 21 ini, saya juga mempelajari di blog ini http://amsyong.com/2015/08/cara-merubah-ptkp-pada-e-spt-pph-21-dan-pembetulan-spt-pph-21-3/

Semoga Bermanfaat !!!
SEMANGAT BELAJAR PAJAK !!!

Kamis, 19 Maret 2015

Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) VS PP No. 46 Tahun 2013

Sudah lama sekali saya tidak ngepost di blog saya ini dan sekarang saya ingin berbagi apa yang saya dapatkan seputar hal - hal yang pernah saya alami yaitu hal - hal yang pernah membingungkan saya ditempat kerja salah satunya mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan adanya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 46 yang telah diterbitkan pada tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu. 

Dengan diterbitkannya PP 46 Tahun 2013 saat itu langsung timbul pertanyaan dalam hati saya yaitu apakah masih berlaku Norma Penghitungan Penghasilan Neto ? dengan berbagai diskusi dan pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan di forum pajak salah satunya di Ortax.org akhirnya saya mendapatkan pencerahan. Jawaban pertanyaan saya tadi adalah "Masih Berlaku". Untuk lebih jelaskan akan saya uraikan disini.

Mengenai PP 46 Tahun 2013, yaitu : 
1. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto     (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

2. peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua                         gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. 

3. Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet) 

Catatan : Usaha meliputi usaha dagang dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

Subjek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
1. Orang pribadi 
2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), 
yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Catatan : Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Non Subjek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
  1. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki- lima, dan sejenisnya.
  2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar. 


Catatan: Orang Pribadi atau Badan yang diterangkan di atas wajib melaksanakan ketentuan Perpajakan sesuai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum.


Non Objek Pajak PP 46 Tahun 2013 :
  1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris,PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013. 
  2. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)),   seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Jika dilihat dari Non Objek Pajak tadi, Apakah semua Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4,8 miliar dikenakan pajak berdasarkan PP 46 ini? jawabannya "tidak". Ada beberapa pengecualian, yaitu:
a. pengecualian untuk WPOP (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 tahun 2013 dan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK.011/2013)
Orang Pribadi yang melakukan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas di bawah ini dikecualikan dari pengenaan PP 46, sehingga menghitung pajaknya dengan tarif umum seperti biasa, yaitu:
  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris
  2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari
  3. Olahragawan
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
  6. Agen iklan
  7. Pengawas atau pengelola proyek
  8. Perantara
  9. Petugas penjaja barang dagangan
  10. Agen asuransi; dan
  11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (MLM) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.


Sehingga, untuk pekerjaan bebas tadi yang disebutkan boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat sebagaimana diatur di Pasal 14 Undang-undang PPh (No 36/2008), WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu)  tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah.
WPOP yang peredaran brutonya kurang dari 4,8 miliar rupiah, karena boleh menghitung penghasilan netonya dengan norma, maka tidak perlu menyelenggarakan pembukuan, namun tetap harus membuat pencatatan atas peredaran usahanya setiap bulan. Dengan kata lain aturan penyelenggaraan pembukuan untuk WPOP adalah:
  1.  WPOP dengan peredaran bruto di atas 4,8 miliar rupiah, wajib menyelenggarakan pembukuan
  2.  WPOP dengan peredaran bruto di bawah 4,8 miliar rupiah, boleh menghitung penghasilan netonya dengan NPPN, dan harus membuat pencatatan
  3.  WPOP dengan peredaran bruto di bawah 4,8 miliar rupiah namun tidak memberitahukan kepada Ditjen Pajak, maka WPOP tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan (Pasal 14 ayat (3) UU PPh).
Narasumber dari :
UU PPh no. 36 tahun 2008
PP 46 Tahun 2013
http://amsyong.com/wp-content/uploads/2013/07/Sosialisasi-PP-Peredaran-Bruto-Tertentu-PP-No-46-Tahun-2013.pdf
http://www.ortax.org/ortax/
http://nasikhudinisme.com/tag/norma-penghitungan-penghasilan-neto/

SEMOGA BERMANFAAT !!
SEMANGAT BELAJAR PAJAK :) :)