RSS

Rabu, 20 Juni 2012

Tugas Kelompok IV makalah "Lembaga Pembiayaan"


BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Manusia dalam mempertahankan hidupnya melakukan berbagai macam cara, salah satunya adalah melakukan kegiatan atau aktivitas bisnis. Melalui kegiatan itu manusia dapat memenuhi tuntutan hidupnya yang semakin hari semakin komplek. Kehidupan manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar. Setiap hari manusia bekerja demi mempertahankan hidupnya. Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah mendorong dan membuka peluang bagi manusia untuk melakukan kegiatan bisnis. Aktivitas bisnis itu sendiri diwarnai oleh berbagai bentuk hubungan bisnis atau kerjasama bisnis yang melibatkan para pelaku bisnis. Hubungan bisnis atau kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis sekarang ini maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karena itu, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas. Umumnya dana yang dibutuhkan tersebut dapat disediakan oleh lembaga perbankan melalui fasilitas kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Selain itu lembaga perbankan ini juga memerlukan jaminan yang kadang kala tidak bisa dipenuhi oleh pelaku usaha yang bersangkutan, maka perlu suatu upaya lain yaitu tanpa jaminan dan lebih mudah prosesnya. . Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yaitu melalui Lembaga Pembiayaan. Lembaga Pembiayaan ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 dan dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Juncto Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Menurut pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah “Badan Usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.” Sehingga dari pengertian tadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa paling tidak Lembaga Pembiayaan memuat dua unsur pokok, yaitu :
1.      Melakukan kegiatan dalam bentuk penyediaan dana dan/ atau barang modal;
2.      Tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat sehingga sering disebut Non -  Depository Financial Institution.
Munculnya lembaga pembiayaan ini turut memacu roda perekonomian masyarakat dan turut membawa andil yang besar dalam pembangunan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat kecil. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak ditopang oleh pembangunan hukum yang memadai, sehingga Pemerintah diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap masyarakat tentang perekonomian, yaitu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 dengan peraturan yang baru yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Sehingga dengan adanya Peraturan Presiden yang baru dapat memberikan kontribusi yang baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akan kebutuhan dana. Dalam Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayan, dimana Lembaga pembiayaan meliputi Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Selain itu sekarang ada yang namanya usaha pembiayaan Syariah, dimana dalam hal ini juga memiliki  kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah, Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan Murabahah, Salam, atau Istishna’, Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah, dan Kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah. Dari latar belakang tersebut makalah kami akan membahas tentang “LEMBAGA PEMBIAYAAN”,  tetapi pada kesempatan ini kami membatasi penjelasan mengenai Lembaga Pembiayaan pada umumnya, dimana makalah ini dibuat sebagai tugas kami dalam mata kuliah Lab. PPh Badan.

B.   Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah mengenai Lembaga Pembiayaan, yaitu sebagai berikut :
a.       Bagaimana uraian penjelasan mengenai Perusahaan Pembiayaan, perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur  beserta penjelasan mengenai jenis – jenis kegiatan usahanya?
b.      Bagaimana dengan Pengenaan Pajaknya untuk masing – masing Jenis Lembaga Pembiayaan tersebut ?
c.       Apakah Penting Lembaga Pembiayaan oleh para Pelaku Bisnis ?

C.   Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dan memberikan Informasi yang lebih detail penjelasan mengenai Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur beserta Mengetahui juga penjelasan mengenai jenis – jenis kegiatan usahanya.
2.      Mengetahui dan memberikan Informasi mengenai Pengenaan Pajaknya untuk masing – masing Jenis Lembaga Pembiayaan tersebut.
3.      Mengetahui dan memberikan Informasi mengenai pentingnya Lembaga Pembiayaan yang dirasakan oleh para Pelaku Bisnis dan mengetahui keuntungan serta kerugian yang timbul atas Lembaga Pembiayaan.

D.   Manfaat
1.      Dengan mengetahui penjelasan mengenai Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dalam Lembaga Pembiayaan serta penjelasan mengenai Jenis – jenis kegiatan usahanya,  para pelaku bisnis dapat dengan bijak memilih Lembaga Pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2.      Untuk semua pembaca diharapkan agar makalah ini dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya Lembaga Pembiayaan ini serta apa keuntungan dan kerugian yang timbul atas Lembaga Pembiayaan selain itu juga dalam pengenaan pajaknya.





BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Lembaga Pembiayaan
Dimulai sejak tahun 1974, berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, yaitu: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan RI tanggal 7 Februari 1974, tentang “Perizinan Usaha Leasing”.
a.       Tahun  1984 : Perusahaan Leasing berjumlah 48 perusahaan
b.      Tahun 1988 : Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 menjelaskan Pengertian mengenai Lembaga Pembiayaan.

Kaitan “Pembiayaan” dalam lingkup yang lebih luas dikenal dengan istilah umum”Perkreditan” dimana pada awal timbulnya kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “CREDERE” yang mempunyai arti “KEPERCAYAAN”. Disebut demikian karena pada awalnya kredit ini dilakukan berdasarkan kepercayaan dari pemilik dana pada pihak yang memerlukan dana. Dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin meningkat. Dalam hal ini dipandang perlu oleh pemerintah dalam pembangunan dan dukungan hukum yang lebih berkualitas, beberapa Keputusan Presiden yang dicabut / diganti sampai Peraturan Presiden yang berlaku saat ini tentang Lembaga Pembiayaan , sebagai berikut :
a.       Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1988 ( dicabut )
b.      Keputusan  Presiden  Nornor  61  Tahun  1988 (dicabut )
c.       Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009

B.   Pengertian Lembaga Pembiayaan
Menurut kepres No.61 TAHUN 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa unsur-unsur :
1.      Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2.      Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
3.      Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
4.      Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
5.      Tidak menarik dana secara langsung.
6.      Masyarakat, Yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.
Selain itu juga Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

C.   Peranan lembaga pembiayaan
Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang lebih penting, yaitu sebagi salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut diatas, lembaga pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor permodalan.

D.   Perbedaan Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Perbankan
No.
Lembaga Pembiayaan
Lembaga Perbankan
1.
Dalam pelaksanaan kegiatannya tidak memungut dana dari masyarakat.
Dana bersumber dari masyarakat.
2.
Menyediakan dana atau barang modal.
Hanya menyediakan modal finansial.
3.
Kadang kala tidak memerlukan jaminan.
Selalu disertai dengan jaminan.
4.
Biasanya memberikan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Memberikan tingkat suku bunga yang lebih rendah.
5.
Tidak dapat menciptakan uang giral.
Dapat menciptakan uang giral.
6.
Pengaturan, perizinan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh departemen keuangan.
Pengaturan, perizinan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia (UU No. 10 Tahun 1998), selanjutnya dialihkan kepada lembaga pengawas jasa keuangan sesuai UU No. 23 Tahun 1999.


E.   Kedudukan Lembaga Pembiayaan dalam Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan di Indonesia merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat sub-sub sistem yang secara garis besarnya sub sistem itu terbagi menjadi dua yakni Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Dimana Lembaga Keuangan Bank masuk dalam otoritas Bank Indonesia yang selanjutnya dapat di klasifikasikan sebagai Bank Umum, Bank Syariah, dan BPR, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi otoritas Departemen Keuangan, bidang-bidang usahanya adalah pengadaian, pasar modal, dana pensiun, asuransi dan lembaga pembiayaan.

F.    Perusahaan Pembiayaan
Menurut Perpres No. 84/PMK.012/2006, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank  yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi :
a.     Sewa Guna Usaha (Leasing)
Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing itu berasal dari kata lease (inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ), leasing  adalah  kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.  Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Unsur-unsur berdasarkan pengertian Leasing di atas, terdiri dari beberapa elemen di bawah ini, yaitu :
1.      Pembiayaan perusahaan
Pembiayaan ini tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana tetapi juga dalam bentuk peralatan atau barang modal yang akan digunakan
2.      Penyediaan barang-barang modal
Biasanya penyediaan barang modal dilakukan oleh supplier yang di bayar oleh lessor untuk keperluan lessee
3.      Jangka waktu tertentu
Jangka waktunya sejak diterimanya barang modal sampai perjanjian sewa guna usaha berakhir
4.      Pembayaran secara berkala
Lessee membayar harga barang modal kepada lessor secara angsuran
5.      Adanya hak pilih (option right)
Pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut
6.      Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
Nilai barang modal pada akhir sewa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee


Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Leasing merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease maupun operating lease,
2.      Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang di-lease tersebut,
3.      Hak Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak penting di bidang akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian leasing,
4.      Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan, yakni benda-benda yang diperlukan dalam menjalankan perusahaan. jadi tidak saja mesin –mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi akan tetapi bisa juga untuk komputer, dan kendaraan bermotor.

Sejarah Leasing seperti berikut :
Leasing mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. lalu perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit, dan terakhir dengan adanya peraturan baru yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, dimana meliputi Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan  Pembiayaan Infrastruktur.

Dasar Hukum Leasing :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.

Jenis – Jenis Sewa Guna Usaha, yaitu :
1.      Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease)
Dengan kriteria sebagai berikut :
a.       jumlah pembayaran Sewa Guna Usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
b.      Masa Sewa Guna Usaha (SGU) ditentukan sesuai ketentuan tentang pajak penghasilan, yaitu:
Ø  2 tahun untuk barang modal golongan I
Ø  3 tahun untuk barang modal golongan II dan III
Ø  7 tahun untuk barang modal golongan modal bangunan
c.       perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Bentuk-bentuk finance Lease, yaitu :
a.      Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).
Dalam transaksi ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa-guna-usaha, sehingga atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.

b.      Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).
Dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa-guna-usaha antara lessee (pemilik semula) dengan lessor (pembeli barang modal tersebut). Lessee dalam hal ini berperan sebagai pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa lease yang disetujui kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh tambahan dana untuk modal kerja. Jadi transaksi leasing di sini bersifat refinancing.

c.       Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
beberapa perusahaan sewa-guna-usaha secara bersama melakukan transaksi sewa-guna-usaha dengan satu lessee. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak bersedia, atau karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri suatu transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh lessee. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan lessee tersebut, maka beberapa perusahaan leasing melakukan perjanjian kerja sama untuk membiayai objek leasing yang dimaksud. Dalam hal ini salah satu perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga lessee cukup berkomunikasi dengan koordinator ini.

d.      Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.

e.       Cross Border Lease
Transaksi leasing yang dilakukan di luar batas suatu negara, di mana lessor berkedudukan di negara berbeda dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadang­kadang disebut pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional karena transaksi yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda. Metode pembiayaan ini merupakan hal yang kompleks dan bersifat khusus. Transaksi leasing ini mengandung banyak risiko bagi lessor karena bagaimanapun juga akan melibatkan mekanisme hukum, perpajakan dan masalah-masalah lainnya dari masing-masing negara yang bersangkutan. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut biasanya transaksi leasing antara negara dilakukan oleh afiliasinya atau subsidiary perusahaan leasing yang bersangkutan. Namun untuk mempermudah pelaksanaan transaksi tersebut banyak transaksi leasing internasional tidak dilakukan sebagaimana mekanisme leasing yang sebenarnya. Transaks leasing biasanya dilakukan dengan cara perjanjian penjualan bersyarat yaitu pihak lessee diwajibkan membeli barang yang di-lease-nya pada akhir kontrak. Cara ini pada dasarnya hanya untuk melindungi lessor dari kompleksitas peraturan dan ketentuan-ketentuan negara asing.

f.        Vendor Program / Vendor Lease
Suatu metode penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli barang. Dalam mekanisme transaksi vendor program ini, lessor membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang dipilih atau ditentukan oleh pembeli (lessee), selanjutnya pembayaran sewa atau angsuran oleh lessee dapat dilakukan langsung kepada lessor, atau dapat dibayarkan melalui vendor yang bersangkutan. Cara pembayaran tersebut dapat dilakukan sesuai perjanjian. Vendor program ini sangat menarik bagi lessor karena pemasaran leasing dilakukan oleh vendor melalui usaha penjualan barangnya yang sekaligus disertai dengan fasilitas leasing. Penagihan uang sewa atau angsuran merupakan kewajiban vendor yang juga berperan sebagai jaminan. Dalam hal pihak lessee tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak atau default, pihak vendor akan membayar penuh sesuai dengan sisa angsuran lessee.

2.      sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease)
Dengan Kriteria sebagai berikut :
a.       jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.
b.      perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Perbedaan pokok kedua jenis leasing ini adalah sebagai berikut:
No.
Indikator
Finance Lease
Operating Lease
1.
Isi Perjanjian
Adalah suatu perjanjian pembiayaan dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan barang modal untuk lessee
Perjanjian menitikberatkan pada pemberian jasa
2.
Resiko ekonomis atas objek
Resiko terletak pada lessee karena lessee wajib membayar kembali barang modal yang disediakan oleh lessor untuk membayar barang yang bersangkutan ditambah bunga dan ongkos lain selama kontrak berjalan,
Resiko ada pada lessor;
3.
Resiko pada lessor
Hanya memikul resiko berkenaan dengan keadaan keuangan, kemampuan membayar serta bonafiditas lessee,
Lessor menanggung resiko atas kehilangan atau kerusakan pada objek yang di lease tersebut;
4.
Jangka waktu perjanjian
Jangka waktu kontrak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut persetujuan lessor,
Jangka waktu perjanjian umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan
5.
Hak Opsi
Pada akhir masa, lessee mempunya hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dari lessor,
Tidak memiliki hak opsi
6.
Masa Perjanjian
Dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir, kecuali diperjanjikan lain,
Jangka waktu leasing tidak tentu dan dapat diakhiri oleh lessee
7.
Jasa yang diberikan
Pada umumnya memberikan jasa-jasa untuk penggunaan, pengoperasian dan pemeliharaan barang modal yang di lease,
Tidak ada.

Setiap transaksi Sewa Guna Usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian Sewa Guna Usaha (lease agreement). Perjanjian ini sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
a.       jenis transaksi sewa guna usaha
b.      nama dan alamat masing-masing pihak
c.       nama, jenis, type dan lokasi penggunaan barang modal
d.      harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa-guna-usahakan
e.       masa sewa guna usaha
f.       ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun
g.      opsi bagi penyewa-guna-usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi
h.       tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa-guna-usaha.

Sistem leasing memberikan peluang bagi pengusaha sebagai alternatif pembiayaan diluar sistem perbankan dengan beberapa keunggulan sebagai berikut:
1.      Proses pengadaan peralatan modal relatif lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedur sederhana dan tidak ada studi kelayakan yang lama
2.      Pengadaan kebutuhan tersebut akan meringankan kebutuhan cash flow perusahaan mengingat sistem pembayaran cicilan jangka panjang
3.      Posisi cash flow akan lebih baik dan biaya-biaya modal akan lebih murah
4.      Perencanaan keuangan perusahaan akan lebih mudah dan sederhana.


b.    Anjak Piutang (Factoring)
Sejarah Anjak Piutang
Dalam sejarah umat manusia, kegiatan anjak piutang sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan pertama kali dipraktekkan di Mesopotamia. Tetapi pada saat itu kegiatan anjak piutang dilakukan dengan cara sederhana, yaitu pihak factor biasanya bertindak sebagai agen penjualan yang juga sekaligus berperan sebagai pemberi perlindungan kredit. Selanjutnya, kegiatan anjak piutang diteruskan di wilayah Amerika Utara khususnya pada sektor industri tekstil yang sampai saat ini masih merupakan salah satu bidang kegiatan usaha utama anjak piutang. Di negara- negara lain usaha ini masih merupakan industri yang sangat baru, dimulai sekitar dekade 1970-an. Perusahaan Anjak Piutang di Eropa mengikuti pola perkembangan usaha Anjak Piutang di Amerika. Pada akhir abad ke-19, perusahaan-perusahaan anjak piutang meninggalkan profesi sebagai agen dan mengkonsenterasikan kegiatannya pada pengelolaan kredit bagi klien yang meliputi menjamin kredit, menagih dan menyediakan dana. Bentuk inilah yang menjadi embrio bisnis Anjak Piutang modern. Kegiatan Anjak Piutang pada dasarnya merupakan bidang usaha yang relatif baru di Indonesia. Eksistensi Kelembagaan Anjak Piutang dimulai sejak ditetapkan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau PAKDES 20, 1988 yang diatur dengan KEPPRES No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan NO.172/KMK.06/2002 ( sekarang sudah tidak berlaku lagi ). Pengenalan usaha Anjak Piutang ditujukan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif di luar sektor perbankan. Perusahaan Anjak Piutang bisa didirikan secara independen (berdiri sendiri) atau dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha secara sekaligus di bidang Anjak Piutang (factoring), sewa guna usaha (leasing), Modal Ventura (joint venture), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen. Bank pada prinsipnya dapat memberikan jasa anjak piutang sebagai bagian dari produknya tanpa perlu membentuk badan usaha baru. Karena volume usaha anjak piutang ini biasanya relatif besar, maka umumnya bank-bank cenderung memisahkan kegiatan anjak piutang ini dari operasional sehari-hari dengan membentuk suatu badan hukum terpisah.


Peran anjak piutang dalam ekonomi
Banyaknya sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dengan kurangnya kemampuan dan terbatasnya sumber-sumber permodalan,  lemahnya pemasaran, yang tentunya akan mempengaruhi pencapaian target penjualan. Kelemahan di bidang manajemen menyebabkan semakin meningkatnya jumlah kredit macet. Kondisi seperti ini semakin menyulitkan memperoleh tambahan sumber pembiayaan melalui lembaga keuangan.
Dalam mengatasi kendala di atas, kehadiran lembaga anjak piutang akan memberi suatu alternatif pemecahan masalah. Melalui anjak piutang, dimungkinkan bagi perusahaan-perusahaan untuk memperoleh sumber pembiayaan secara mudah dan cepat sampai 80% dari nilai faktur penjualannya secara kredit. Dengan demikian klien dapat lebih terkonsentrasi pada kegiatan peningkatan produksi dan penjualan.

Beberapa manfaat anjak piutang dalam peningkatan kemampuan usaha sebagai berikut :
a.       Menurunkan biaya produksi perusahaan.
b.      Memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran di muka atau advanced payment sehingga meningkatkan credit standing perusahaan klien.
c.       Meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien, karena klien dapat mengadakan transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik perdagangan dalam maupun luar negeri.
d.      Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal kerja.
e.       Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit macet. Risiko kredit macet dapat diambil alih oleh perusahaan anjak piutang.
f.       Mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.

Pengertian Anjak Piutang
Factoring atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir dalam "Bank dan Lembaga Keuangan lainnya" (2002) menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
Dari definisi diatas, setidaknya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
·         Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
·         Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
·         Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien, dan piutang tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring. Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain halnya dengan bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien yang memiliki nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang ini sebenamya diawali dari adanya transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya secara kredit.

b.      Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau pengurusan piutang.

c.       Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan berasal dari transaksi perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri di antaranya:
·         Piutang yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari perusahaan yang belum jatuh tempo;
·         Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo;
·         Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.

Fungsi dan Manfaat Factoring
Dari uraian di atas, paling tidak factoring mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.       Factoring berkaitan dengan masalah piutang klien. Dalam hal ini, factor berfungsi menangani masalah atau mengambil-alih piutang tersebut, dan menagih pembayarannya pada debitur setelah piutang jatuh tempo;
b.      Factor bertanggung jawab atas piutang klien dan membebaskan klien dari resiko kerugian.
Sementara itu, manfaat factoring dapat juga dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a.       Bagi Perusahaan Nasabah
1.      Factoring dapat menolong cash flow perusahaan yang melakukan penjualan kredit
2.      Perusahaan yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang dapat berkonsentrasi meningkatkan usahanya
3.      Memperlancar perputaran modal kerja
4.      Mendorong dunia usaha lebih kompetitif
5.      Melindungi nilai terhadap resiko akibat kesulitan likuiditas

b.      Bagi Bank
1.      Bank akan lebih efisien dibandinka menagih sendiri
2.      Perusahaan anjak piutang dianggap sebagai perusahaan komplemen bagi bank

c.       Secara makro
Perusahaan anjak piutang yang melakukan pengambilalihan piutang secara pre-payment akan membawa efek money multiplier sehingga meningkatkan percepatan uang beredar sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.


Jenis-jenis Factoring
a.      Dari segi pemberitahuan
1.      Disclosed Factoring
juga disebut dengan notification factoring adalah pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang dengan sepengetahuan pihak debitor (customer). Oleh karena itu pada saat piutang tersebut jatuh tempo perusahaan anjak piutang memiliki hak tagih pada debitor yang bersangkutan. Untuk dapat melakukan hal tersebut di dalam faktur dicantumkan pernyataan bahwa piutang yang timbul dari faktur ini telah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Notifikasi setiap transaksi anjak piutang kepada pihak customer dimaksudkan antara lain:
a)      untuk menjamin pembayaran langsung kepada perusahaan anjak piutang.
b)      untuk mencegah pihak customer melakukan perbuatan yang merugikan pihak perusahaan anjak piutang misalnya, pengurangan jumlah piutang sesuai dengan kontrak klien sebagai penjual.
c)      mencegah perubahan-perubahan yang ada dalam kontrak yang dapat mempengaruhi perusahaan anjak piutang.
d)     memungkinkan perusahaan anjak piutang untuk menuntut atas namanya apabila terjadi perselisihan.

2.      Undisclosed Factoring
juga disebut dengan non-notification factoring adalah transaksi penjualan atau pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang oleh klien tanpa pemberitahuan kepada debitor kecuali bila ada pelanggaran atas kesepakatan pada pihak klien atau secara sepihak perusahaan anjak piutang menganggap akan menghadapi risiko.

b.    Dari segi keterlibatan klien
1.      Resource Factoring, klien ikut serta memikul resiko yang mungkin timbul atas tagihan yang dialihkannya. Dalam resource factoring ini dapat diberikan hak opsi kepada perusahaan factoring untuk menjual kembali piutang tersebut kepada klien.
2.      Non-resource atau Without Resource Factoring, seluruh beban tagihan dan resiko terhadap tagihan yang tidak terbayar ada pada perusahaan factoring. Namun, dalam perjanjian factoring dapat dicantumkan bahwa diluar macetnya tagihan tersebut dapat dilakukan resource, jika klien ternyata mengirimkan barang-barang yang cacat atau rendah mutunya.



c.     Dari segi tempat kedudukan para pihak
1.      Domestic Factoring, dimana semua pihak yang terlibat dalam factoring berada pada satu negara.
2.      International Factoring, dimana pihak customer-nya berada di luar negeri

d.    Berdasarkan Pelayanan
1.      Full service factoring, yaitu perjanjian anjak piutang yang meliputi semua jenis jasa anjak piutang baik dalam bentuk jasa pembiayaan maupun jasa non-pembiayaan, misalnya urusan administrasi penjualan (sale ledger administration), tagihan dan penagihan piutang termasuk menanggung risiko terhadap piutang yang macet.

2.      Finance factoring, yaitu perusahaan anjak piutang yang hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja tanpa ikut menanggung risiko atas piutang tak tertagih. Penyediaan pembiayaan dana tunai pada saat penyerahan faktur kepada perusahaan factoring sampai sejumlah 80% dari nilai seluruh faktur sesuai dengan besarnya plafon pembiayaan (limit kredit). Klien tetap bertanggung jawab terhadap pembukuan piutang dan penagihannya, termasuk menanggung risiko tidak tertagihnya piutang tersebut.

3.      Bulk factoring, jasa factoring ini juga disebut dengan agency factoring yaitu transaksi yang mengaitkan perusahaan factoring sebagai agen dari klien. Bentuk fasilitas factoring ini pada dasarnya hampir sama dengan full service factoring, namun penagihan piutang tetap dilakukan oleh klien dan proteksi risiko kredit tidak dijamin perusahaan factoring.

4.      Maturity factoring, yaitu pembiayaan pada dasarnya tidak diperlukan oleh klien tetapi oleh pengurusan penjualan dan penagihan piutang serta proteksi atas tagihan. Fasilitas anjak piutang maturity memberikan kredit perdagangan kepada customer atau nasabah dengan pembayaran segera. Misalnya, 2% 10 hari, net 30, artinya apabila debitor membayar dalam jangka waktu 10 hari pertama, ia memperoleh potongan sebesar 2%. Apabila tidak, pembayaran penuh harus dilakukan dalam waktu 30 hari. Dalam perjanjian anjak piutang ini perusahaan factoring akan membayar kliennya tidak lebih dari 10 hari setelah faktur jatuh tempo. Oleh karena itu tidak ada beban bunga yang diperhitungkan. Pembayaran atas piutang yang dialihkan dapat dilakukan berdasarkan periode tertentu yang didasarkan atas perkiraan rata-rata jatuh tempo faktur atau penyerahan copy faktur.

e.     Berdasarkan Pembayaran kepada Klien
1.      Advanced payment, yaitu transaksi anjak piutang dengan memberikan pembayaran di muka (pre­payment financing) oleh perusahaan anjak piutang kepada klien berdasarkan penyerahan faktur yang besarnya berkisar 80% dari nilai faktur.

2.      Maturity, transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya dilakukan perusahaan anjak piutang pada saat piutang tersebut jatuh tempo. Pembayaran tagihan tersebut biasanya dilakukan berdasarkan rata-rata jatuh tempo tagihan (faktur).

3.      Collection, yaitu transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya akan dilakukan apabila perusahaan anjak piutang berhasil melakukan penagihan terhadap debitor.

Berkaitan dengan perjanjian factoring antara klien dan factor, umumnya isi yang terkandung dalam perjanjian tersebut adalah:
a.       Persetujuan klien untuk menjual piutang kepada factor
b.  Jaminan dari klien bahwa piutang tersebut dapat dilaksanakan, tidak sedang dalam sengketa dan berasal dari transaksi bisnis
c.       Pemberitahuan pengalihan piutang kepada factor
d.  Dokumen-dokumen yang harus disampaikan klien kepada factor sesuai dengan jadwal yang disepakati
e.       Jangka waktu perjanjian
f.   Kuasa dari klien kepada factor untuk menagih pembayaran piutang oleh debitur
g.  Biaya factoring, berkaitan dengan komisi atas penjualan atau peralihan piutang dari klien kepada factor.


c.      Usaha Kartu Kredit
Pengertian Usaha Kartu Kredit
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Sedangkan pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005, Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh  acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.

Sejarah Kartu Kredit
Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1920-an di Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit hanya dapat dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut.
Dari benua Amerika, kartu kredit berkembang pula sampai ke Inggris dan benua Eropa lain, yaitu yang dikeluarkan oleh Euro Cheque Penerbitan kartu semacam ini tidak lepas dari adanya persaingan dagang antara pengusaha. Para pengusaha tersebut berusaha menarik minat pelanggannya dengan menerbitkan kartu yang memberikan fasilitas-fasilitas tertentu bagi pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa kemudahan-kemudahan dalam berbelanja misalnya pembayaran yang dapat dilakukan kemudian atas barang yang telah dibeli. Dari benua Eropa dan Amerika, kartu kredit terus berkembang terus ke Asia terutama di Jepang yaitu dengan dikeluarkannya kartu kredit oleh Bank Sumitomo. Di Indonesia tidak ketinggalan pula. Meskipun sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran dengan kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai kelihatan menonjol. Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu kredit yang diterbitkan oleh  American Exprees dan  Dinners Club. Sedangkan bank nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan Internasional adalah Bank Duta.

Dasar Hukum Penggunaan kartu kredit di Indonesia
a.   Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang  Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
b.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
c.     Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun sebagai  acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.
d.    Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
e.     Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.


Manfaat Kartu Kredit bagi Pemegang Kartu Kredit ( Card Holder )
1.  Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
2.  Terdapat berbagai  penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain  point rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.

Resiko Kartu Kredit
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain terdapat resiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
1.      Resiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena pengguna yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat ini transaksi belanja dengan menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh pihak lain.
2.      Resiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi karena pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah jatuh tempo.

Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit
1.      Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2.      Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.      Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.      Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.      Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Kredit.
6.      Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit. 
7.      Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.

Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit
Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka dengan demikian timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit tersebut. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut :

1.   Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit
Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang telah ditetapkan oleh penerbit.
a.       Hak penerbit
1.      Memperoleh iuran tahunan;
2.  Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan pemegang  kartu kredit termasuk bunga keterlambatan;
3.  Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang kartu kredit;
4.  Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu kredit;
5.  Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke dalam daftar hitam;

Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit bila :
a)      Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya kepada pnerbit;
b)      Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.

b. Kewajiban Penerbit
1.  Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah disetujui oleh penerbit kepada pedagang melalui pengelola;
2.  Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu kredit;
3.  Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit.

c. Hak Pemegang Kartu Kredit
1.      Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit dengan menggunakan kartu kredit;
2.      Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu;
3.      Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang maupun kadaluarsa;
4.      Menolak memperpanjang keanggotaan dengan memberitahukan secara tertulis kepada bank.

d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit
1.      Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai dengan laporan polisi;
2.      Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya keterlambatan;
3.      Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu kredit.


2. Hak dan Kewajiban Antara Pengelola dan Pedagang
a. Hak Pengelola
1.      Menerima discount rate;
2.       M enerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;
3.      Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan memberitahukan secara tertulis.

b. Kewajiban Pengelola
1.      Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant yang berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
2.      Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit;
3.      Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan transaksi.

c. Hak Pedagang
1.      Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang telah memperoleh otorisasi;
2.      Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau memuat nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
3.      Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemeritahuan secara tertulis.

d. Kewajiban Pedagang
1.      Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit tersebut :
a.       Tercantum dalam daftar hitam;
b.      Diminta oleh pengelola;
c.       Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari :
a.       Masa berlaku;
b.      Tanda tangan;
c.       Keutuhan kartu kredit;
d.      Keaslian kartu kredit
2.      Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila transaksi melebihi batas kewenangan transaksi;
3.      Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan yang telah ditetapkan;
4.      Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada pedagang lain semua [eralatan yang dipinjamkan pengelola kepada pedagang;
5.      Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila pernah berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan kepada pihak yang tidak berkepentingan.

3.   Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang
Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan pedagang tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, karena hal tersebut sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan penerbit dan antara pedagang dengan pengelola (acquirer).

d.    Pembiayaan Konsumen
Pengertian Pembiayaan Konsumen
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company).  Berdasarkan definisi pembiayaan konsumen di atas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang  menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu :
a.       Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b.      Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga , komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.
c.       Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran / berkala, biasanya  dilakukan  pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung kepada konsumen.
d.      Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi).

Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya :
a.  Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok.
b.  Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan pemasok.
c.  Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok.

Dasar hukum dari perjanjian pembiayaan konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Dasar  Hukum Substantif
Yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi pembiayaan konsumen, adalah perjanjian di antara para pihak berdasarkan azas kebebasan berkontrak, yakni perjanjian antara pihak perusahaan finansial sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. Mengenai azas kebebasan berkontrak di atur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa suatu perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Pasal ini mengandung arti bahwa para pihak boleh membuat berbagai persetujuan/perjanjian baik yang sudah di atur dalam undangundang , maupun yang tidak di atur dalam undang-undang. Selama apa yang disepakati itu sah, artinya memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang di atur dalam Pasal  1320 KUHPerdata, yaitu :
a.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b.      Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c.       Suatu hal tertentu
d.      Suatu sebab yang halal
Dengan demikian, maka jika para pihak membuat perjanjian pembiayaan konsumen yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka menurut hukum yang berlaku di Indonesia, perjanjian pembiayaan konsumen itu mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Jadi meskipun perjanjian pembiayaan konsumen itu belum di atur secara khusus di dalam KUHPerdata, para pihak boleh/di beri kebebasan untuk mengaturnya sendiri.

2.      Dasar Hukum Administratif
Di samping dasar hukum yang bersifat substantif, ada beberapa dasar hukum di dalam hukum Indonesia yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum  administratif bagi keberadaan perusahaan pembiayaan konsumen, yaitu :
a.       Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
b.    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor : 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan  dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan , yang diperbaharui dengan : Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Kedudukan Para Pihak Dalam  Transaksi Pembiayaan Konsumen
Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen, adalah:
a..       Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur)
b.       Pihak konsumen (debitur)
c.      Pihak Supplier (penjual) 

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Hubungan pihak kreditur dengan konsumen
       Hubungan antara pihak kreditur (perusahaan pemberi biaya) dengan konsumen (debitur sebagai pihak yang menerima biaya), adalah hubungan yang bersifat kontraktual, yang artinya didasarkan pada kontrak yang dalam hal ini adalah kontrak pembiayaan konsumen. Pihak perusahaan pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak konsumen sebagai penerima  biaya berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan/angsuran kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit yang di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur) demikian dapat dijelaskan, bahwa setelah seluruh kontrak ditandatangani  dan dana sudah dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang melalui perjanjian fidusia.
b.      Hubungan pihak konsumen dengan supplier
Antara pihak konsumen dengan supplier terdapat hubungan jual beli (bersyarat), di mana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada  konsumen selaku pembeli dengan syarat, bahwa harga akan dibayar oleh pihak  ketiga yaitu pihak pemberi biaya. Syarat tersebut memiliki arti, bahwa apabila karena alasan apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal.

c.       Hubungan penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier.
Antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier tidak ada hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan untuk menyediakan dana dan digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan konsumen. Oleh karena itu apabila pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai  dilakukan, maka  jual  beli bersyarat  antara supplier dengan konsumen akan batal, sehingga konsumen dapat menggugat pihak pemberi dana atas wanprestasinya tersebut.

Dalam transaksi pembiayaan konsumen terdapat tiga macam jaminan yaitu :
a.    Jaminan Utama, berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak konsumen dapat di percaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Berkaitan dengan hal ini berlaku prinsip  pemberian kredit, seperti prinsip 5 C (Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition of Economy).

b.    Jaminan Pokok, berupa barang yang di beli dengan dana tersebut.  Apabila dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan ini di buat dalam bentuk  Fiduciary Transfer of Ownership (fidusia), sehingga seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan di pegang oleh pihak pemberi dana (kreditur) hingga kredit di bayar lunas.

c.     Jaminan Tambahan
 Dalam transaksi pembiayaan konsumen, jaminan tambahan sering juga disertakan. Biasanya jaminan ini berupa pengakuan hutang (Promissory Notes) atau  Actknowledgement of Indebtedness, kuasa menjual barang, dan Assignment of Proceed (Cessie) dari asuransi. Selain itu, sering juga dimintakan persetujuan suami/isteri (untuk konsumen perorangan) dan persetujuan komisaris/RUPS sesuai anggaran dasarnya (untuk konsumen perusahaan).


  G.   PERUSAHAAN MODAL VENTURA
Pengertian Perusahaan Modal Ventura
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan / penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden.  Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura, dan Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura disebut Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee company. Dana ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi tersebut. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.

Sejarah Modal Ventura Di Indonesia
Mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/1988, perusahaan modal ventura dapat membantu permodalan maupun bantuan teknis yang diperlukan calon pengusaha maupun usaha yang sudah berjalan guna :
1.      Pengembangan suatu penemuan baru.
2.      Pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana.
3.      Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan.
4.      Membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran usaha.
5.      Pengembangan projek penelitian dan rekayasa.
6.      Pengembangan berbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi baik dari dalam maupun luar negeri.
7.      Membantu pengalihan pemilikan perusahaan
Perusahaan modal ventura di Indonesia diawali dengan pembentukan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang sahamnya dimilki oleh Departemen Keuangan (82,2%) dan Bank Indonesia (17,8%). Gema nama Bahana memang sempat menggetarkan dunia keuangan nusantara. Ketika pada tahun 1993 salah satu anak usahanya, PT Bahana Artha Ventura (BAV), agresif melebarkan usaha ke seluruh provinsi, membentuk Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD). Sasarannya, usaha kecil menengah (UKM) untuk dibiayai.


Dasar Hukum Modal Ventura
1.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995 Tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Modal Ventura.
3.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 Tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura.
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.
5.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
6.      Kepres Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
7.      Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
8.      PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura

Tujuan Pendirian Modal Ventura
Secara garis besar maksud dan tujuan pendirian modal ventura antara lain sebagai berikut :
1.      Untuk pengembangan suatu proyek tertentu, misalnya proyek penelitian, dimana proyek ini biasanya tanpa memikirkan keuntungan semata, akan tetapi lebih bersifat pengembangan ilmu pengetahuan.
2.      Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan produk baru. Pembiayaan untuk usaha ini baru memperoleh keuntungan dalam jangka panjang.
3.      Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan pembiayaan dengan mengambilalihkan kepemilikan usaha perusahaan lain lebih banyak diarahkan untuk mencari keuntungan.
4.      Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan tujuan untuk membantu para pengusaha lemah yang kekurangan modal , tetapi tidak punya jaminan materil sehingga sulit memperoleh jaminan.
5.      Alih teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih menggunakan teknologi lama sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produknya.
6.      Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
7.      Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko kerugiannya sangat besar.

Karakteristik Modal Ventura
Kegiatan modal ventura memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan lembaga pembiayaan lainnya. Ciri atau karakteristik modal ventura adalah sebagai berikut:
1.      Kegiatan yang dilakukan bersifat penyertaan langsung ke suatu perusahaan.
2.      Penyertaan dalam perusahaan bersifat jangka panjang dan biasanya diatas tiga tahun.
3.      Bisnis yang dimasuki merupakan bisnis yang memiliki resiko tinggi.
4.      Keuntungan yang diperoleh berasal dari capital gain, deviden atau bagi hasil tergantung dari penyertaan modalnya di bidang / jenis yang diinginkan.
5.      Kegiatannya lebih banyak dilakukan dalam usaha pembentukan usaha baru atau pengembangan suatu usaha.

Karakteristik Usaha / Perusahaan yang Menjadi Sasaran Modal Ventura
Tidak semua perusahaan bisa dibiayai oleh modal ventura, ada karakteristik tertentu perusahaan yang biasanya dibiayai oleh modal ventura, antara lain :
1.      Perusahaan yang sedang tumbuh dan inovatif serta berpotensi berkembang dimasa datang.
2.      Perusahaan yang ingin melakukan ekspansi usaha namun mengalami keterbatasan.
3.      Perusahaan yang ingin melakukan restrukturisasi hutang-hutang.
4.      Perusahaan yang sudah mempunyai pangsa pasar yang baik tetapi fasilitas produksi sudah usang.
5.      Perusahaan yang memerlukan benih modal dalam mengembangkan suatu produk baru


Jenis Pembiayaan Modal Ventura
1.      Equity Financing, merupakan jenis pembiayaan langsung dalam hal ini perusahaan modal ventura melakukan penyertaan secara langsung pada perusahaan pasangan usaha dengan cara mengambil bagian dari jumlah saham milik perusahaan pasangan usaha.
2.      Semi Equity Financial, merupakan jenis pembiayaan dengan cara membeli obligasi konversi yang diterbitkan oleh perusahaan pasangan usaha.
3.      Mendirikan perusahaan baru dalah hal ini perusahaan modal ventura bersama-sama dengan perusahaan pasangan usahamendirikan usaha yang baru sama sekali.
4.      Bagi Hasil, merupakan jenis pembiayaan yang ditujukan kepada usaha kecil yang belum memiliki bentuk badan hukum PT. Namun tidak tertutup kemungkinan dengan yang berbadan hukum PT, apabila kedua pihak saling menginginkannya

Sumber-Sumber Dana Modal Ventura
Dalam melakukan penyertaan modal diberbagai bidang usaha, perusahaan modal ventura harus memiliki dana yang cukup yang dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang dapat dipilih sebagai berikut :
1.      Dari dalam perusahaan sendiri :
·         Setoran modal dari pemegang saham
·         Cadangan laba yang belum terpakai
·         Laba yang ditahan

2.      Dari luar perusahaan :
·         Investor baik perorangan atau industri
·         Pinjaman dari Lembaga Perbankan
·         Pinjaman dari Lembaga Asuransi
·         Pinjaman dari Dana Pensiun



Cara pembiayaan modal ventura di Indonesia
Beberapa cara pembiayaan yang dilakukan oleh modal ventura di Indonesia, yaitu dengan cara :
a.       Penyertaan saham secara langsung kepada perusahaan yang menjadi pasangan usaha.
b.      Dengan membeli obligasi konversi yang setelah waktu yang disepakati bersama dapat dikonversi menjadi saham / penyertaan modal pada perseroan.
c.       Dengan pola bagi hasil dimana persentase tertentu dari keuntungan setiap bulan akan diberikan kepada perusahaan modal ventura oleh perusahaan pasangan usaha. Pola bagi hasil yang mungkin dilakukan adalah sbb:
a.       Bagi hasil berdasarkan pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
b.      Bagi hasil berdasarkan keuntungan bersih (net profit sharing).
c.       Bagi hasil berdasarkan perjanjian.
Perbedaan Modal Ventura dan Bank
Adapun antara bank dan modal ventura memiliki suatu perbedaan, antara lain :
Ket
BANK
MODAL VENTURA
Pelaku
Bank, Kreditur, Debitur.
Investor, Perusahaan Modal Ventura, PPU.
Bantuan Pembiayaan
Pinjaman / Kredit
Penyertaan Modal
Keterlibatan Manajemen
Tidak ada
Ada ( Sebagai Partner )
Jenis Resiko
Kredit Macet
Usaha Gagal
Bentuk Keuntungan
Bunga Kredit
Capital Gain
Jangka Waktu
Pendek, Menengah, Panjang
5 -  10 Tahun ( Jangka Panjang )
Akhir Kontrak
Lunas
Divestasi

Keunggulan dan Kelemahan Modal Ventura
a.      Keunggulan Modal Ventura
1.      Sumber dana bagi perusahaan baru.
2.      Adanya penyertaan manajemen.
3.      Keperdulian yang tinggi dari perusahaan modal Ventura.
4.      Dengan adanya penyertaan modal, Perusahaan Pasangan Usaha dapat mencari bantuan modal dalam bentuk lain.
5.      Modal Ventura menaikkan pamor Perusahaan Pasangan Usaha dan Perusahaan Modal Ventura itu Sendiri.
6.      Perusahaan Pasangan Usaha mendapat mitra baru yang dimiliki perusahaan modal ventura.
7.      Mendukung usaha kecil yg berpotensi berkembang dan memperluas kesempatan kerja.

b.      Kelemahan Modal Ventura
1.      Jangka waktu pembiayaan yang relatif panjang.
2.      Terlalu selektifnya perusahaan modal ventura dalam mencari perusahaan pasangan usaha.
3.      Kontrol manajemen perusahaan pasangan usaha dapat diambil alih oleh perusahaan modal ventura apabila menunjukan gejala kegagalan.

Daftar beberapa perusahaan Modal Ventura seperti contohnya di Jalan Sudirman atau sekitar Indonesia.
·         Pertamina
·         Perusahaan Gas Negara (PGN)
·         Bahana Artha Ventura (BAV)
·         PT Venture Capital
·         Bina Swadaya
·         Kospin Jasa

   H.    PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.010/2009 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan usaha, tata cara pendirian (perizinan dan permodalan), kepemilikan dan kepengurusan, kantor cabang, pinjaman, penyertaan dan penempatan dana, pembatasan, perubahan nama, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha, serta sanksi atas Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. Infrastruktur adalah prasarana yang dapat memperlancar mobilitas arus barang dan jasa. Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha bagi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Izin usaha berlaku sejak tanggal ditetapkan. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meliputi pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk pembiayaan Infrastruktur, refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai oleh pihak lain, dan pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur. Selain itu, untuk mendukung kegiatan usaha, perusahaan pembiayaan juga dapat melakukan pemberian dukungan kredit (credit enhancement), termasuk penjaminan untuk pembiayaan infrastruktur, pemberian jasa konsultasi (advisory services), penyertaan modal (equity investment), upaya mencarikan swap market yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur, serta kegiatan atau pemberian fasilitas lain yang terkait dengan pembiayaan infrastruktur setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. Untuk membiayai kegiatannya, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dapat memperoleh dana antara lain dengan penerbitan surat-surat berharga, pinjaman jangka menengah dan atau jangka panjang yang bersumber dari Pemerintah Republik Indonesia, pemerintah asing, organisasi multilateral, bank dan/atau lembaga keuangan baik dalam maupun luar negeri, serta hibah (grant). Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dapat menempatkan dana dalam bentuk Surat Utang Negara, Sertifikat Bank Indonesia dan/atau instrumen keuangan lainnya yang mempunyai peringkat investasi. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk Giro, Deposito, dan atau Tabungan. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur wajib menyampaikan kepada Menteri Keuangan berupa Laporan Keuangan triwulanan (setiap 31 Maret, 30 Juni, 30 September, 31 Desember), Laporan Kegiatan Usaha semesteran (setiap 30 Juni dan 31 Desember), dan Laporan Keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan, Menteri Keuangan melakukan pemeriksaan perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri Keuangan apabila Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur bubar, dikenakan sanksi sesuai dengan PMK, tidak lagi menjadi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, atau melakukan penggabungan atau peleburan ke dalam Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur lain.

I.  PERLAKUAN PERPAJAKANNYA
Ø  Sewa Guna Usaha
a.      Sewa guna usaha Dengan Hak Opsi
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :
penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
1.  lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi
2.  dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor
3.  lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
4.  kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
5.  dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

Perlakuan PPN bagi Lessor adalah sebagai berikut :
Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :
a.       selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
b.      setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
c.       pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam peraturan ini.
d.      dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.

b.      Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :
1.      seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan  beserta peraturan pelaksanaannya.

Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :
1.      pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2.      lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :
Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat 1 dan 4 huruf b “Tidak dipotong PPh pasal 23 sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi” dan diatur lebih jelas dalam PMK Nomor 251/PMK.03/2008 (Jasa Keuangan selain bank yg dikecualikan dari pemotongan PPh Ps 23)

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 KMK nomor 1169/kmk.01/1991 disetahunkan, dibagi 12.
Ø  Anjak Piutang
Dalam hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf c angka 1 . Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 5 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.

Ø  Usaha Kartu Kredit
Dalam hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf c angka 1 . Menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 3 huruf d, Pembiayaan konsumen tidak dikenakan PPN”

Ø  Pembiayaan Konsumen
Dalam hal ini untuk masalah pemupukan dana cadang piutang tak tertagih diperbolehkan sebagai pengurang dalam penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, ketentuan ini diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf c angka 1 . Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 4 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. Menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 3 huruf d, Pembiayaan konsumen tidak dikenakan PPN”

Ø  Perusahaan Modal Ventura
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 2 Huruf c   ( Bersifat final ) “Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura “  dengan dikenakan tarif sebesar  0,1% (satu perseribu) dari
jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
Diperjelas juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya dan pasal 4 ayat 3 huruf k (Bukan Objek Pajak) “ Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha di indonesia dengan syarat :
1.      Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau dalam sektor usaha berdasarkan PMK dan
2.      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Penjelasan mengenai Perusahaan mikro, kecil, menengah dalam perusahaan modal ventura diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/Kmk.04/1995 Tentang Perusahaan Kecil Dan Menengah Pasangan Usaha Dari Perusahaan Modal Ventura Dan Perlakuan Perpajakan Atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura

Ø  Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1 huruf k yaitu “ Biaya pembangunan infrastruktur sosial diatur dengan Peraturan Pemerintah” (Sebagai faktor Pengurang ).








BAB III
PENUTUP

1.     KESIMPULAN
Dapat kami simpulan bahwa Menurut pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah “Badan Usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.” Sehingga dari pengertian tadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa paling tidak Lembaga Pembiayaan memuat dua unsur pokok, yaitu
1.  Melakukan kegiatan dalam bentuk penyediaan dana dan/ atau barang modal;
2.  Tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat sehingga sering disebut Non -  Depository Financial Institution.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayan, dimana Lembaga pembiayaan meliputi
1.      Perusahaan Pembiayaan
Kegiatan Usahanya yaitu :
·         Sewa Guna Usaha
1.      Sewa Guna Usaha Dengan hak opsi ( Financial / Capital Lease )
2.      Sewa Guna Usaha Tanpa hak opsi ( Operating Lease )

·         Anjak Piutang
Factoring atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
a.       Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
b.      Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
c.       Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien.
·         Usaha Kartu Kredit
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit , yaitu :
1.      Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2.      Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
3.      Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4.      Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5.      Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Kredit.
6.      Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit. 
7.      Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring.


·         Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

2. Perusahaan Modal Ventura
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan / penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden.  Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman.

3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.010/2009 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan usaha, tata cara pendirian (perizinan dan permodalan), kepemilikan dan kepengurusan, kantor cabang, pinjaman, penyertaan dan penempatan dana, pembatasan, perubahan nama, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha, serta sanksi atas Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. Infrastruktur adalah prasarana yang dapat memperlancar mobilitas arus barang dan jasa. Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha bagi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

Perlakuan Perpajakannya
Sebenarnya tidak ada  perlakuan khusus dalam perlakuan perpajakan pada Lembaga Pembiayaan, tetapi dalam pembentukan dan pemupukan dana cadangan untuk cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang diperbolehkan sebagai faktor pengurang dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan yang diatur di UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf c selanjutnya ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.  Berdasarkan UU PPh juga menegaskan bahwa pemotongan pajak pasal 23 untuk Sewa guna usaha dengan hak opsi serta penghasilan yang dibayar atau terutang pada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyaluran pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan PMK tidak dilakukan pemotongan, jelasnya pada PMK Nomor 251/PMK.03/2008. Untuk biaya pembangunan infrastruktur sosial, ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah dan sebagai faktor pengurang ( Pasal 6 ayat 1 huruf k UU PPh ). Kemudian untuk pengenaan PPN, dalam hal ini tidak dikenakan berdasarkan UU PPN Pasal 4A ayat 3 huruf d, selanjutnya untuk Modal ventura ada yang dikenakan Tarif final sebesar 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada pasal 4 ayat 2 huruf  c dan ada yang bukan objek pajak pada pasal 4 ayat 3 huruf k UU PPh.  Jika di tanya apakah berperan penting lembaga pembiayaan ini, jawabannya dari penjelasan pada BAB II bahwa Lembaga Pembiayaan itu sangat berpengaruh penting bagi pelaku  bisnis, disamping mempermudah juga sebagai jalan alternatif apabila Pelaku Bisnis tidak mau meminjam dana kepada bank.



2. SARAN
Setelah kami pelajari tentang Lembaga Pembiayaan ini, menurut kami pemerintah harus lebih giat mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat, khususnya dalam hal perusahaan pembiayaan infrastruktur karena pada kenyataanya masyarakat masih banyak yang kurang mengetahui  tentang peraturan mengenai Lembaga Pembiayaan. Terutama dalam pengenaan pajaknya masih kurang jelas sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda, seharusnya pemerintah memberikan kemudahan dalam pengenaan pajaknya.

























DAFTAR PUSTAKA


Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
Undang – Undang PPN & PPnBM Nomor 42 Tahun 2009
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
http://slidepajak.wordpress.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/modal-ventura-tugas-blk/
Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya. Grafindo, Jakarta: 2002
Kasmir, SE. M.M. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Rajawali Pers.
Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1995 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM ATAU PENGALIHAN PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN PASANGAN USAHANYA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN
PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura